1. Pengertian Perhitungan Pendapatan Nasional Melalui Tiga Pendekatan

Hasil penghitungan pendapatan nasional tergantung pada metode atau
pendekatan yang digunakan. Ada tiga pendekatan dalam menghitung pendapatan nasional yaitu pendekatan produksi, pendekatan pendapatan, dan pendekatan pengeluaran.

a. Pendekatan Produksi (Production Approach)

Yaitu dengan menjumlahkan nilai produksi tiap-tiap sektor ekonomi atau dengan menjumlahkan secara keseluruhan nilai tambah (value added) dari semua kegiatan ekonomi yang dihasilkan perusahaan. BPS (Badan Pusat Statistik) pada tahun 2014 melakukan penghitungan pendapatan nasional dengan pendekatan produksi yang terdiri atas 17 sektor ekonomi berikut:

1) Sektor pertanian, kehutanan dan perikanan.
2) Sektor pertambangan dan penggalian.
3) Sektor industri pengolahan.
4) Sektor pengadaan listrik dan gas.
5) Sektor pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah dan daur ulang.
6) Sektor konstruksi.
7) Sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor.
8) Sektor transportasi dan pergudangan.
9) Sektor penyediaan akomodasi dan makan minum.
10) Sektor informasi dan komunikasi.
11) Sektor jasa keuangan dan asuransi.
12) Sektor real estate.
13) Sektor jasa perusahaan.
14) Sektor administrasi pemerintahan, pertahanan dan sosial wajib.
15) Sektor jasa pendidikan.
16) Sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial.
17) Sektor jasa lain.

Untuk menghindari penghitungan ganda, dalam menghitung PDB dengan metode produksi yang dijumlahkan adalah nilai tambah tiap-tiap sektor. Nilai tambah adalah sumbangan perusahaan terhadap produksi nasional. Penghitungan nilai tambah adalah biaya atau harga bahan baku output dikurangkan dari harga produk perusahaan atau input.

Tabel Contoh Penghitungan Nilai Tambah

Dari penghitungan di atas, besar sumbangan bagi pendapatan nasional adalah jumlah seluruh nilai tambah produk kue sebesar Rp680.000,00 atau harga akhir dari produk kue dari singkong. Proses penghitungan dengan cara menjumlahkan nilai tambah yang dihasilkan berbagai sektor perekonomian bertujuan mengetahui sumbangan berbagai sektor ekonomi dalam penghitungan pendapatan nasional dan menghindari penghitungan ganda karena yang dihitung hanya nilai produk neto.

b. Pendekatan Pendapatan (Income Approah)

Yaitu dengan cara menjumlahkan seluruh penerimaan atas faktor produksi, sebagai berikut:

1) Upah/gaji sebagai penerimaan bagi tenaga tenaga kerja.
2) Sewa sebagai penerimaan pagi pemilik property.
3) Bunga sebagai penerima bagi pemilik modal.
4) Laba sebagai imbalan atas kerjanya sebagai pengusaha yang di dalamnya termasuk deviden.

Berdasarkan metode pendekatan pendapatan, besarnya pendapatan nasional dihitung dengan menjumlahkan seluruh pendapatan yang diterima oleh pemilik faktor-faktor produksi yang digunakan dalam menghasilkan barang dan jasa yang diproduksi di suatu negara selama satu tahun. Pendapatan dari faktor produksi meliputi upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal, dan laba.

Dalam penghitungan pendapatan nasional yang sebenarnya, penggolongan pendapatan faktor-faktor produksi seperti yang dinyatakan di atas tidak ditentukan dengan menghitung dan menjumlahkan seluruh gaji dan upah, sewa, bunga, dan keuntungan yang diterima oleh seluruh faktor-faktor produksi dalam satu tahun tertentu. Hal ini dikarenakan dalam perekonomian terdapat banyak kegiatan di mana pendapatannya merupakan gabungan dari gaji atau upah, sewa bunga, dan keuntungan. Contoh dari bentuk pendapatan yang demikian adalah pendapatan yang diperoleh perusahaan-perusahaan perorangan. Untuk suatu perusahaan perorangan (misalnya restoran yang dikelola anggota keluarga) yang dimaksud keuntungan usaha adalah gabungan dari gaji, upah, bunga, sewa, dan keuntungan yang sebenarnya dari usaha yang dilakukan oleh keluarga.

Oleh karenanya, penghitungan pendapatan nasional dengan cara pendapatan pada umumnya menggolongkan pendapatan yang diterima faktor-faktor produksi sebagai berikut:

1) pendapatan para pekerja, yaitu gaji dan upah
2) pendapatan dari usaha perorangan
3) pendapatan dari sewa
4) bunga neto
5) keuntungan perusahaan.

c. Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach)

Yaitu dengan cara menjumlahkan seluruh pengeluaran yang dilakukan oleh para penerima pendapatan seperti rumah tangga konsumen, rumah tangga produsen, rumah tangga negara, dan masyarakat luar negeri.

2. Metode Penghitungan Pendapatan Nasional Melalui Tiga Pendekatan

Metode penghitungan pendapatan nasional dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu:

a. Pendekatan Produksi (Production Approach)

Production Approac

Keterangan: P = Tingkat Harga Q = Jumlah Produk

b. Pendekatan Pendapatan (Income Approach)

Income Approach

Keterangan:
Y : Yearly income (pendapatan nasional)
r : rent (sewa), yaitu balas jasa atas faktor produksi tanah
w : wages (upah), yaitu balas jasa atas faktor produksi tenaga kerja
i : interest (bunga) yaitu balas jasa atas faktor produksi modal
p : profit (laba) yaitu balas jasa atas faktor produksi kewirausahaan

c. Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach)

Expenditure Approach

Keterangan:
C = Pengeluaran masyarakat / konsumen
I = Pengeluaran pengusaha
G = Pengeluaran pemerintah
X = Ekspor
M = Impor

3. Pendapatan Per Kapita

Selain menggunakan pendapatan nasional, tingkat kemakmuran rakyat dapat diukur dari pendapatan per kapita. Besarnya pendapatan per kapita, sangat erat kaitannya dengan pertambahan penduduk.

Pendapatan per kapita menunjukkan kemampuan yang nyata dari suatu bangsa dalam menghasilkan barang dan jasa dan kenikmatan yang diperoleh setiap penduduk. Hasil penghitungan pendapatan per kapita sebenarnya tidak dapat secara langsung digunakan untuk mengukur tingkat kemakmuran dan kesejahteraan suatu negara. Hal ini disebabkan pendapatan per kapita kurang memerhatikan aspek distribusi pendapatan.

Misalnya dua negara mempunyai pendapatan nasional yang sama besarnya, namun belum tentu kesejahteraan penduduk negara-negara tersebut sama. Misalkan pada tahun tertentu diketahui bahwa pendapatan nasional negara A dan pendapatan nasional negara B sama, yaitu Rp200 juta. Jumlah penduduk negara A adalah 200 jiwa sedangkan jumlah penduduk negara B adalah 400 jiwa. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa pendapatan rata-rata penduduk negara A adalah Rp200 juta dibagi 200 maka hasilnya Rp1.000.000,00 sedangkan pendapatan rata-rata penduduk B adalah Rp200 juta dibagi 400 adalah Rp500.000,00.

Dengan demikian terlihat bahwa pendapatan rata-rata penduduk di negara A lebih besar dibandingkan di negara B. Namun, apakah penduduk di negara A lebih makmur dari negara B? Jawabnya, belum tentu! Karena bagaimana pendistribusian pendapatan di negara A atau B belum diketahui.

Berdasarkan contoh di atas, pendapatan rata-rata penduduk negara A sebesar Rp1.000.000,00, artinya nilai barang dan jasa yang dapat diperoleh masing-masing penduduk sebesar Rp1.000.000,00.

Jadi apa yang dimaksud pendapatan per kapita? Pendapatan per kapita adalah pendapatan rata-rata penduduk suatu negara selama satu periode tertentu. Atau pendapatan per kapita dapat juga diartikan sebagai nilai atau jumlah suatu barang dan jasa rata-rata yang tersedia bagi setiap penduduk suatu negara selama satu periode tertentu.

Secara matematis, pendapatan per kapita dapat dirumuskan sebagai berikut:

Pendapatan\ perkapita\ (PDB)={\frac {Pendapatan\ Nasional\ Bruto\ (PNB)} {Jumlah\ penduduk}}

atau:

Pendapatan\ perkapita\ (PDB)={\frac {Pendapatan\ Domestik\ Bruto\ (PDB)} {Jumlah\ penduduk}}

Adapun saat ini Bank Dunia mengelompokkan negara-negara di dunia berdasarkan pendapatan per kapitanya menjadi empat kelompok:

a. Kelompok negara berpendapatan rendah (lower income economies), yaitu negara-negara yang memiliki PNB per kapita lebih kecil dari US $ 1.035.
b. Kelompok negara berpendapatan menengah bawah (lower-middle income economies), yaitu negara yang memiliki PNB perkapita sekitar US $ 1.036 – US $ 4.045
c. Kelompok negara berpendapatan menengah atas (upper-middle income economies) yaitu negara yang mempunyai PNB per kapita sekitar US $ 4.046 – US $ 12.535
d. Kelompok negara berpendapatan tinggi (high income economies), yaitu negara yang memiliki PNB per kapita lebih dari US $ 12.535 .

Bagaimana dengan negara Indonesia?

Bank Dunia telah menaikkan status Indonesia dari lower-middle income country menjadi upper-middle income country pada Rabu 1 Juli 2020. Kenaikan status tersebut diberikan berdasarkan assessment Bank Dunia terkini, GNI per kapita Indonesia tahun 2019 naik menjadi US $ 4.050 dari posisi sebelumnya US $ 3.840. Kenaikan status Indonesia tersebut merupakan bukti atas ketahanan ekonomi Indonesia dan kesinambungan pertumbuhan yang terjaga dalam beberapa tahun terakhir. Hal tersebut menunjukkan hasil kerja keras masyarakat dan Pemerintah Indonesia dalam upaya untuk terus mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif, berkualitas, dan berkelanjutan .

Manfaat penghitungan pendapatan per kapita meliputi hal-hal berikut ini:

a. Untuk mengetahui tingkat kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat suatu negara dari tahun ke tahun.
b. Untuk mengetahui tingkat produktivitas suatu negara.
c. Pedoman pengambilan kebijakan dalam bidang ekonomi .

4. Distribusi Pendapatan Nasional

Ada dua tolok ukur untuk mengetahui kemerataan pendapatan:

a. Rasio Indek Gini biasa disebut Koefisien Gini.

Koefisien gini adalah ukuran ketimpangan atau ketidakmerataan pendapatan suatu negara. Angka koefisien gini berkisar antara 0-1. Semakin kecil koefisien gini, semakin merata distribusi pendapatannya. Semakin besar koefisien gini atau mendekati 1, semakin tidak merata pendapatannya.

Kriteria ketimpangan pendapatan berdasarkan besarnya koefisien gini yaitu:

Tabel

Nilai Rasio Indeks Gini / Koefisien Gini dapat digambarkan dalam bentuk kurva yang disebut Kurva Lorenz sebagaimana yang tampak pada gambar di bawah ini:

Kurva Lorenz

Kurva Lorenz adalah kurva yang menujukkan perbandingan persentase pendapatan yang diperoleh dengan persentase jumlah penduduk. Jika garis Kurva Lorenz mendekati garis diagonal, maka distribusi pendapatan semakin merata, artinya pendapatan nasional yang diterima suatu negara dapat secara merata dirasakan oleh masyarakat. Sebaliknya semakin menjauh garis Kurva Lorenz dari garis diagonal, semakin tidak merata distribusi pendapatan.

b. Kriteria Bank Dunia dalam menghitung persentase distribusi pendapatan,
menurut Kriteria Bank Dunia yang menjadi patokan adalah 40% penduduk
termiskin kriterianya sebagai berikut.

1) Jika 40% penduduk termiskin menikmati < 12% pendapatan nasional maka ketimpangan tinggi.
2) Jika 40% penduduk termiskin menikmati 12% – 17% pendapatan nasional, maka ketimpangan sedang.
3) Jika 40% penduduk termiskin menikmati > 17% pendapatan nasional, maka ketimpangan rendah.

This Post Has One Comment

Leave a Reply