1. Pengertian Distribusi

Anda pasti pernah melihat pedagang berkeliling untuk menawarkan barang dagangannya kepada pembeli, contoh seperti tukang sayur, tukang bakso. Kegiatan yang dilakukan oleh orang-orang tersebut merupakan kegiatan distribusi.

Distribusi adalah menyalurkan barang/jasa hasil produksi kepada konsumen. Sistem distribusi klasik adalah melalui transaksi langsung antara produsen dan konsumen, atau melalui transaksi yang dilakukan di pasar (pasar nyata yaitu tempat untuk pertemuan penjual dan pembeli).

2. Tujuan Distribusi

a. Membantu menyalurkan barang dan jasa hasil produksi dari produsen ke konsumen
b. Mempermudah konsumen untuk mendapatkan barang kebutuhannya
c. Membantu produsen untuk menjualkan barangnya
d. Membantu meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat

3. Fungsi distribusi

a. Fungsi Pokok Distribusi
Yang dimaksud dengan fungsi pokok adalah tugas-tugas yang mau tidak mau harus dilaksanakan. Dalam hal ini fungsi pokok distribusi meliputi:

Pada umumnya tempat kegiatan produksi berbeda dengan tempat tinggal konsumen, perbedaan tempat ini harus diatasi dengan kegiatan pengangkutan. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan semakin majunya teknologi, kebutuhan manusia semakin banyak. Hal ini mengakibatkan barang yang disalurkan semakin besar, sehingga membutuhkan alat transportasi (pengangkutan).

Di dalam pemasaran barang, selalu ada kegiatan menjual yang dilakukan oleh produsen. Pengalihan hak dari tangan produsen kepada konsumen dapat dilakukan dengan penjualan. Dengan adanya kegiatan ini maka konsumen dapat menggunakan barang tersebut.

Setiap ada penjualan berarti ada pula kegiatan pembelian. Jika penjualan barang dilakukan oleh produsen, maka pembelian dilakukan oleh orang yang membutuhkan barang tersebut.

Sebelum barang-barang disalurkan pada konsumen biasanya disimpan terlebih dahulu. Dalam menjamin kesinambungan, keselamatan dan keutuhan barang-barang, perlu adanya penyimpanan (pergudangan). Contoh, Anda bisa lihat mengapa orangtua kita ada yang membuat lumbung padi?

Dalam setiap transaksi jual-beli, banyak penjual maupun pembeli selalu menghendaki adanya ketentuan mutu, jenis dan ukuran barang yang akan diperjualbelikan. Oleh karena itu perlu adanya pembakuan standar baik jenis, ukuran, maupun kualitas barang yang akan diperjualbelikan tersebut. Pembakuan (standardisasi) barang ini dimaksudkan agar barang yang akan dipasarkan atau disalurkan sesuai dengan harapan.

Pada saat kegiatan distribusi, maka seorang distributor tentunya akan menanggung resiko. Pada jaman sekarang untuk menanggung resiko yang muncul bisa dilakukan kerjasama dengan lembaga/perusahaan asuransi.

b. Fungsi Tambahan Distribusi

Kegiatan ini biasanya diperlukan untuk distribusi hasil pertanian dan produksi yang dikumpulkan dari beberapa pengusaha. Misalnya produksi tembakau perlu diseleksi berdasarkan mutu/standar yang biasa berlaku, produksi buah-buahan diseleksi berdasarkan ukuran besarnya.

Untuk menghindari adanya kerusakan atau hilang dalam pendistribusian, maka barang harus dikemas dengan baik. Misalnya buah-buahan atau sayuran, baju, TV.

Untuk memberikan kepuasan yang maksimal kepada konsumen, produsen perlu memberi informasi secukupnya kepada perwakilan daerah atau kepada konsumen yang dianggap perlu informasi. Informasi yang paling tepat bisa melalui iklan.

4. Pihak-pihak dalam Distribusi

a. Agen (Dealer) adalah perantara pemasaran atas nama perusahaan. Menjualkan  barang  hasil  produksi  perusahaan  tersebut  di  suatu  daerah tertentu. Balas jasa yang diterima berupa pengurangan harga dan komisi.

b. Broker (Makelar) adalah perantara pemasaran yang kegiatannya mempertemukan penjual dan pembeli untuk melaksanakan kontrak atau transaksi jual beli. Balas jasa yang diterima disebut kurtasi atau provisi.

c. Komisioner adalah perantara pembelian dan penjualan atas nama dirinya  sendiri  dan  bertanggungjawab  atas  dirinya  sendiri.  Balas  jasa yang diterima disebut komisi.

d. Importir adalah pedagang yang melakukan aktivitasnya dengan menyalurkan barang dari luar negeri ke dalam negeri.

e. Eksportir adalah pedagang yang melakukan aktivitasnya dengan menyalurkan barang ke luar negeri.

f. Pedagang Besar (Grosir atau Wholesaler) adalah pedagang yang membeli barang  dan  menjualnya  kembali  kepada  pedagang  yang  lain.  Pedagang besar selalu membeli dan menjual barang dalam partai besar.  

g. Pedagang  Eceran  (Retailer)  adalah  pedagang  yang  membeli  barang  dan menjualnya  kembali  langsung  kepada  konsumen.  Untuk  membeli  biasa partai  besar,  tetapi  menjualnya  biasanya  dalam  partai  kecil  atau  per-satuan. 

Jika dibuatkan bagan, maka hubungan antara Produsen, Saluran Distribusi dan Konsumen sebagai berikut:

Keterangan:
R = Pengecer (Retailer)
B = Broker (Makelar)
G = Grosir
C = Komisioner
A = Agen

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi

a. Pasar
Saluran distribusi dipengaruhi oleh pola pembelian konsumen, yaitu jumlah konsumen, letak geografis konsumen, jumlah pesanan dan kebiasaan dalam pembelian

b. Produk

Produk berkaitan dengan objek fisik barang bersangkutpaut dengan nilai unit, besar dan berat barang, mudah rusaknya barang, standar barang dan pengemasan.

c. Produsen

Pertimbangan yang diperlukan di sini adalah sumber dana, pengalaman dan kemampuan manajemen serta pengawasan dan pelayanan yang diberikan.

d. Perantara

Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan antara lain pelayanan perantara, keuangan perantara, sikap perantara terhadap kebijaksanaan produsen, volume penjualan, dan ongkos penyaluran barang.

6. Mata rantai distribusi

Distribusi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu sebagai berikut.

a. Distribusi langsung, artinya menyalurkan barang dari produsen langsung kepada konsumen tanpa melewati perantara. Contohnya seorang penjual martabak memproduksi sendiri dan langsung menjual dagangannya kepada pembeli (konsumen)

b. Distribusi tidak langsung, artinya menyalurkan barang dari produsen kepada konsumen melalui perantara. Misalnya melalui pedagang besar (grosir), pedagang kecil (retailer), agen, makelar, komisioner, eksportir, importir, dan penyalurpenyalur yang lainnya.

KONSUMSI SEBAGAI KEGIATAN EKONOMI

1. Pengertian Konsumsi dan Konsumen

Konsumsi adalah kegiatan menghabiskan atau mengurangi nilai guna suatu barang dan jasa. Konsumen adalah orang atau pihak yang melakukan kegiatan konsumsi tersebut.

Benda yang dapat dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan disebut benda konsumsi. Benda konsumsi memiliki ciriciri sebagai berikut:

a. digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia
b. dapat habis jika digunakan secara terusmenerus

c. habisnya nilai barang

2. Tujuan Konsumsi

Tujuan konsumsi ada empat yaitu:

a. mengurangi nilai guna barang atau jasa secara bertahap.
b. menghabiskan nilai guna barang sekaligus.

c. memuaskan kebutuhan secara fisik.

d. memuaskan kebutuhan rohani.

3. Faktor yang mempengaruhi konsumsi

Tahu nggak kenapa barang atau jasa yang dikonsumsi oleh setiap orang berbedabeda? Mengapa bisa? Ini karena banyak faktor yang dapat memengaruhi konsumsi seseorang.

1) Pendapatan
Orang yang berpendapatan tinggi menggunakan pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan primer, sekunder, tersier, bahkan sisanya ditabung. Adapun orang yang berpendapatan rendah menghabiskan pendapatannya untuk mengkonsumsi barang kebutuhan pokok.

2) Usia dan jenis kelamin
Usia seseorang memengaruhi tingkat konsumsi. Semakin dewasa seseorang, tingkat konsumsinya semakin tinggi.

3) Pola hidup
Pola hidup seseorang berpengaruh terhadap tingkat konsumsinya. Jika biasa dengan hidup boros maka pengeluaran konsumsinya relatip besar. sebaliknya jika biasa dengan hidup hemat maka tingkat konsumsinya cenderung kecil.

4) Selera
Banyak orang yang mengesampingkan pendapatannya untuk mendapatkan barang atau jasa agar mengikuti seleranya.

1) Kebudayaan
Tiap suku bangsa mempunyai adat istiadat yang berbeda. Perbedaan tersebut berpengaruh terhadap jenis barang dan jasa yang dibutuhkan.

2) Lingkungan
Lingkungan tempat tinggal mempengaruhi konsumsi. Kebutuhan orang yang tinggal di daerah beriklim dingin akan berbeda dengan yang tinggal di daerah beriklim panas.

3) Harga
Jika harga barang naik, sedangkan pendapatan tetap maka tingkat konsumsi akan turun. Sebaliknya, jika harga barang turun, sedangkan pendapatan tetap maka tingkat konsumsi naik.

4. Nilai Suatu Barang

Selanjutnya nilai barang dan jasa dapat dibedakan menjadi dua macam nilai:

Jika Anda belajar daring menggunakan laptop, dikatakan laptop yang digunakan memiliki nilai pakai. Jadi apakah yang dimaksud dengan nilai pakai itu? Nilai pakai adalah kemampuan suatu barang untuk dapat memuaskan kebutuhan. Tinggi atau rendahnya nilai pakai barang ditentukan oleh intensitas kebutuhan, tempat dan waktu.

1) Nilai pakai subjektif, yaitu nilai barang atau jasa yang ditinjau dari penggunaan barang atau jasa.

2) Nilai pakai objektif, yaitu nilai barang atau jasa yang ditinjau dari barang atau jasa tersebut.

Nilai tukar diartikan sebagai kemampuan suatu barang untuk dapat ditukarkan dengan barang lain di pasar. Tinggi atau rendahnya nilai tukar suatu barang ditentukan oleh nilai pakai barang tersebut. Contoh beras memiliki nilai pakai yang lebih besar daripada pasir.

1) Nilai tukar subjektif, artinya nilai tukar barang berdasarkan barangnya. Contohnya adalah mobil antik, motor kuno dan lukisan

2) Nilai tukar objektif, artinya nilai tukar barang berdasarkan orang yang menukarkannya. Contohnya adalah uang dan emas.

5. Teori Nilai

a. Teori Nilai Objektif

1) Teori Nilai Pasar
Menurut Humme dan Locke, nilai suatu barang sangat tergantung pada permintaan dan penawaran barang di pasar.

2) Teori Nilai Biaya Produksi
Teori ini dikemukakan oleh Adam Smith. Menurutnya, nilai suatu barang ditentukan oleh jumlah biaya produksi yang dikeluarkan oleh produsen untuk membuat barang tersebut. Menurutnya, semakin tinggi nilai pakai suatu barang, nilai tukarnya pun juga akan semakin tinggi. Jika biaya produksi yang dikeluarkan oleh produsen untuk memproduksi suatu barang adalah Rp500.000,00 maka nilai dari barang tersebut sebesar Rp500.000,00 pula.

3) Teori Nilai Tenaga Kerja Masyarakat
Menurut David Ricardo, nilai suatu barang ditentukan oleh jumlah biaya tenaga kerja yang diperlukan untuk  menghasilkan barang tersebut.

4) Teori Nilai Biaya Reproduksi dari Carey
Menurut Carey, nilai suatu barang ditentukan jumlah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan barang itu kembali (biaya reproduksi). Oleh karena untuk menentukan nilai suatu barang tidak berpangkal pada biaya produksi yang pertama kali, tetapi pada biaya produksi yang dikeluarkan sekarang.

5) Teori Nilai Kerja Rata-Rata atau Teori Nilai Lebih
Menurut Karl Marx, barang dinilai berdasarkan pada biaya rata-rata tenaga kerja di masyarakat. Karl Marx juga berpendapat bahwa upah yang diberikan kepada buruh tidak sesuai dengan harga barang yang dijual sehingga terjadi pemerasan terhadap buruh. Laba yang diterima pengusaha didapat dari selisih nilai jual dengan biaya produksi yang rendah karena pemerasan terhadap buruh disebut nilai lebih. Oleh karena itu, teori ini disebut teori nilai lebih.

b. Teori Nilai Subjektif

1) Herman Henrich Gossen (1854)
Dalam teori nilai subjektif , Gossen mempelajari cara pemuasan kebutuhan yang dikemukakan dalam Hukum Gossen I dan Hukum Gossen II.

Menurut Herman Henrich Gossen (18181859, ekonom Jerman) yang dikenal dengan Hukum Gossen I, menyatakan bahwa “Pemenuhan kebutuhan atas suatu jenis barang secara terus-menerus akan menurunkan tingkat kepuasannya. Hukum Gossen I terkenal sebagai Hukum kegunaan marginal yang menurun atau hukum penurunan kepuasan marginal atau the law of deminishing marginal utility or the law of decreasing marginal utility. Untuk lebih jelasnya kita akan coba susun contoh di atas dalam suatu tabel sebagai berikut:

Dari tabel di atas, terlihat bahwa utilitas total akan naik sejalan dengan kenaikan konsumsi air, tetapi laju kenaikannya yang semakin menurun. Tabel di atas juga memperlihatkan bahwa utilitas total dari mengonsumsi sejumlah air sama dengan jumlah seluruh utilitas marjinal yang diperoleh hingga ke titik tertentu.

Coba Anda perhatikan. Pada saat Anda mengonsumsi 4 gelas air minum, utilitas total adalah 18 util. Jumlah dari utilitas marjinal hingga Anda mengonsumsi 4 gelas air minum adalah 6 + 5 + 4 + 3 = 18 util. Jadi, utilitas total adalah jumlah seluruh utilitas marjinal yang diperoleh hingga ke titik tertentu. Jika data dari Tabel di atas dibuat kurva akan tampak sebagai berikut.

Hukum Gossen I berlaku dengan syarat:

  • benda yang dikonsumsi satu macam dan sejenis.
  • pemenuhan berlangsung secara terus menerus, tanpa tenggang waktu.

Hukum Gossen I tidak berlaku apabila:

  • benda yang dikonsumsi berbeda macam dan jenisnya
  • terdapat jarak waktu antara pemenuhan pertama dengan kedua dengan orang yang berbeda-beda.
  • tidak berlaku untuk benda-benda yang termasuk narkoba

Dalam pemenuhan kebutuhan tentunya tidak semua orang hanya memenuhi satu kebutuhan saja. Misalkan Anda mempunyai uang sebesar Rp100.000,00. Apakah uang Anda akan dibelikan makanan seluruhnya? Tentunya Anda tidak akan menghabiskan uang Anda seluruhnya untuk membeli makanan.

Sebagai seorang pelajar Anda akan menggunakan uang tersebut untuk kebutuhan lainnya seperti membeli buku tulis, buku bacaan, alat tulis. Hal ini menunjukkan bahwa jika orang melakukan pemenuhan kebutuhan maka akan memperhatikan berbagai macam kebutuhan lainnya, dan berusaha mencapai kepuasan yang mendekati sama dari berbagai macam pemenuhan kebutuhan tersebut. Kecenderungan pemenuhan kebutuhan tersebut dituangkan dalam Hukum Gossen II.

Nilai guna yang sama (Hukum kepuasan harmoni/Hukum perata nilai batas) atau pemenuhan secara horizontal dikenal dengan Hukum Gossen II. Hukum Gossen II adalah hukum perata nilai batas atau law of marginal utility, berbunyi “Manusia akan berusaha untuk memenuhi berbagai macam kebutuhannya sampai pada tingkat intensitas yang sama”.

Sebagai contoh, Fatimah mengonsumsi 3 jenis barang yaitu X, Y, dan Z. Ternyata kuantitas X yang kedua, kuantitas Y yang ketiga, dan kuantitas Z yang kelima, memberikan utilitas yang sama. Jadi, Fatimah akan mencapai utilitas maksimum pada saat mengonsumsi dua unit barang X, tiga unit barang Y, dan lima unit barang Z. Secara ringkas, hal tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:

{{MU}_{X}}={{MU}_{Y}}={{MU}_{Z}}

Adapun untuk barang yang memiliki harga berbeda berlaku rumus  sebagai berikut:

{\frac {{MU}_{X}} {{P}_{X}}}={\frac {{MU}_{Y}} {{P}_{Y}}}={\frac {{MU}_{Z}} {{P}_{Z}}}

Keterangan:
{{MU}_{X}} marginal utility barang X
{{MU}_{Y}} marginal utility barang Y
{{MU}_{Z}} marginal utility barang Z
{{P}_{X}} price (harga) barang X
{{P}_{Y}} price (harga) barang Y
{{P}_{Z}} price (harga) barang Z

Sebagai contoh, barang yang dikonsumsi Fatimah memiliki harga yang berbeda-beda, yaitu barang X harga per unit Rp500,00, barang Y harga per unit Rp5.000,00, dan harga barang Z harga per unit Rp10.000,00.

Utilitas maksimum akan dicapai oleh Fatimah jika setiap unit barang memberikan utilitas marjinal yang sama untuk setiap rupiah yang dibelanjakan. Kondisi tersebut tercapai pada saat nilai MU barang X adalah 5, nilai MU barang Y adalah 50, dan nilai MU barang Z adalah 100.

Dengan demikian, untuk mencapai utilitas maksimum dari berbagai barang yang dikonsumsi, seseorang harus mengatur konsumsinya sedemikian rupa sehingga setiap unit barang memberikan utilitas marjinal yang sama untuk setiap rupiah yang dibelanjakan.

2) Karl Menger
Dalam Teori Nilai Austria, Karl Menger melanjutkan penelitiannya berdasarkan Hukum Gossen dengan membuat daftar kebutuhan konsumen, sehingga konsumen membagi pendapatanny a untuk memenuhi berbagai kebutuhan sampai mencapai tingkat intensitas yang harmonis.


3) Von Bohm Bawerk

Teori Von Bohm Bawerk disebut Teori Nilai Batas. Nilai batas adalah nilai yang diberikan kepada barang yang dimilikinya paling akhir atau nilai pemuasan yang paling akhir

6. Teori Perilaku Konsumen

Pada dasarnya konsumen berperilaku ingin memanfaatkan uang yang dimilikinya seekonomis mungkin, akan tetapi kebanyakan konsumen tidak akan berhasil. Faktor penyebabnya, antara lain, sebagai berikut:

  • Pengetahuan konsumen tentang kualitas barang terbatas.
  • Adanya persaingan dari para konsumen.
  • Kecenderungan konsumen bersifat masa bodoh terhadap situasi harga di pasar.
  • Adanya tradisi yang kuat, sehingga memengaruhi tingkah laku konsumen.

Teori perilaku konsumen dibagi menjadi dua pendekatan yaitu:

a. Pendekatan Kardinal
Pendekatan
kardinal disebut sebagai pendekatan marginal utility, bertitik tolak pada anggapan bahwa kepuasan (utility) setiap konsumen bisa diukur dengan uang atau dengan satuan lain, sehingga konsumen selalu berusaha mencapai kepuasan total yang maksimum. Apabila menggunakan teori nilai guna kardinal atau utilitas kardinal dapat dijelaskan bahwa kepuasan absolut/mutlak yang diperoleh konsumen dari mengkonsumsi suatu produk. Maka, manfaat atau kenikmatan yang diperoleh seorang konsumen dapat dinyatakan secara kuantitatif, bisa dengan angka, uang atau menggunakan satuan lainnya. Dalam teori nilai guna (utilitas) kardinal, dapat dibedakan di antara dua pengertian, yaitu sebagai berikut:

Nilai guna total atau total utility artinya jumlah seluruh kepuasan yang diperoleh dari mengonsumsi sejumlah barang tertentu.

Nilai guna marjinal atau marginal utility artinya pertambahan (atau pengurangan) kepuasan sebagai akibat perubahan penggunaan satu unit barang tertentu. Atau dengan kata lain marginal utility adalah tambahan kepuasan karena bertambahnya mengonsumsi satu unit barang. Marginal utility dapat dihitung dengan rumus.

MU={\frac { \bigtriangleup TU} { \bigtriangleup X}} dan MU = TU'

Syarat untuk memaksimumkan nilai guna (utility) atau kepuasan maksimum konsumen dapat dirumuskan berikut.

{\frac {MU\ barang\ X} {{P}_{X}}}={\frac {MU\ barang\ Y} {{P}_{Y}}}={\frac {MU\ barang\ Z} {{P}_{Z}}}[/latex

Adapun untuk memaksimumkan nilai guna (utility) atas anggaran pendapatan yang dimiliki konsumen untuk memaksimumkan konsumsi barang X dan barang Y dapat dirumuskan:

Budget Income =Px.X + Py.Y

b. Pendekatan Ordinal
Pendekatan ordinal menganggap bahwa utilitas konsumen tidak dapat diukur, hanya cukup diketahui tingkatan tinggi rendahnya uitilitas yang diperoleh.

Kurva indiferensi adalah kurva yang menunjukkan kombinasi konsumen antara dua macam barang, yang memberikan tingkat kepuasan sama bagi konsumen. Penggunaan kurva indiferen didasarkan pada empat asumsi berikut:

  • Konsumen mempunyai pola preferensi akan barang-barang konsumsi yang dinyatakan dalam bentuk peta indiferensi
  • Konsumen mempunyai pendapatan tertentu
  • Konsumen berusaha mendapat kepuasan maksimum dari barang-barang yang dikonsumsinya
  • Kurva indeferen yang semakin jauh titik 0 menggambarkan tingkat kepuasan yang semakin tinggi

Seorang konsumen membeli sejumlah barang, misalnya, makanan dan pakaian dan berusaha mengombinasikan dua kebutuhan yang menghasilkan utilitas yang sama, digambarkan dalam tabel di bawah ini, yaitu sebagai berikut.

Tabel Kombinasi Kebutuhan Makanan dan Pakaian

Apabila konsumen menyatakan bahwa :

a) A > B, berarti makan 4 kali sehari dengan membeli pakaian 2 kali setahun lebih berdaya guna dan memuaskan konsumen daripada makan 3 kali sehari dan membeli pakaian 4 kali setahun.
b) A < B, berarti makan 3 kali sehari dengan membeli pakaian 4 kali setahun lebih berdaya guna dan memuaskan konsumen daripada makan 4 kali sehari dengan membeli pakaian 2 kali setahun.
c) A = B, berarti makan 4 kali sehari dengan membeli pakaian 2 kali setahun dan makan 3 kali sehari dengan membeli pakaian 4 kali setahun memberikan utilitas yang sama kepada konsumen.

Contoh situasi tersebut dapat digambarkan dalam kurva indiferen  sebagaimana ditunjukkan dalam kurva berikut ini.

Dari Kurva di atas, terlihat bahwa dengan memperoleh lebih banyak barang yang satu akan menyebabkan kehilangan sebagian barang yang lain. Kombinasi makanan dan pakaian yang memberikan utilitas sama digambarkan sebagai kurva indiferen.

Adanya keterbatasan pada pendapatan akan membatasi
pengeluaran konsumen untuk mengonsumsi sejumlah barang. Hal
ini digambarkan dalam garis anggaran (budget line), yaitu garis yang
menunjukkan berbagai kombinasi dari dua macam barang yang
berbeda oleh konsumen dengan pendapatan yang sama.

Persamaan garis anggaran adalah: I = Px.X + Py.Y Misalnya seorang
konsumen mengonsumsi barang X dan Y, harga barang X (Px) dan
harga barang Y (Py) adalah Rp1.000,00 dan pendapatan konsumen
(I) pada saat itu adalah Rp10.000,00 dan semuanya dibelanjakan
untuk barang X dan Y.

Garis Anggaran Barang X dan Barang Y

Jika konsumen membelanjakan semua pendapatannya untuk barang Y, dia dapat membeli sebanyak 10 unit barang Y (10.000/1000 = 10), hal tersebut ditunjukkan oleh titik A. Sebaliknya jika konsumen membelanjakan semua pendapatannya untuk barang X, dia dapat membeli sebanyak 10 unit barang X (10.000/1000 = 10), ditunjukkan oleh titik B.

Menghubungkan titik A dan B dengan suatu garis lurus dapat diperoleh garis anggaran AB yang memperlihatkan kombinasi yang berbeda dari dua jenis barang yang dapat dibeli konsumen dengan tingkat pendapatan yang terbatas.

Selanjutnya untuk mengetahui pada saat kapan konsumen optimalisasi dalam mengonsumsi secara optimal, yaitu pada saat kurva indiferen (IC2) bersinggungan dengan garis anggaran (AB), terjadi di titik (E).

Adapun kurva indiferen (IC1) dan kurva indiferen (IC3) merupakan kurva yang tidak diharapkan oleh konsumen, karena kurva-kurva tersebut tidak menunjukkan keseimbangan barang dan jasa yang dikonsumsi.

This Post Has One Comment

Leave a Reply