1. Haji

a. Pengertian Haji

Kata haji berasal dari bahasa Arab yang artinya menyengaja atau menuju. Maksudnya adalah sengaja mengunjungi Baitullah (Ka’bah) di Mekah untuk melakukan ibadah kepada Allah Swt. pada waktu tertentu dan dengan cara tertentu secara tertib. Adapun yang dimaksud dengan waktu tertentu ialah bulan-bulan haji yang dimulai dari bulan Syawal sampai sepuluh hari pertama bulan Zulhijah. Puncak pelaksanaan ibadah haji pada tanggal 9 Zulhijah yaitu saat dilangsungkannya ibadah wukuf di padang Arafah. Adapun amal ibadah tertentu ialah thawaf, sa’i, wukuf, mabit di Muzdalifah, melontar jumrah, mabit di Mina, dan lain-lain.

Menurut istilah, haji adalah sengaja mengunjungi Ka’bah dengan niat beribadah pada waktu tertentu dengan syarat-syarat dan dengan cara-cara tertentu pula. Haji juga diartikan menyengaja ke Mekah untuk menunaikan ibadah thawaf, sa’i, wukuf di Arafah dan menunaikan rangkaian manasik dalam rangka memenuhi perintah Allah Swt. dan mencari ridha-Nya.

b. Hukum Haji

Haji merupakan rukun Islam yang kelima. Hukum melaksanakan ibadah haji adalah wajib bagi yang mampu melaksanakannya, sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’ān surat Ali Imran ayat 97. Allah Swt. berfirman:

فِيْهِ اٰيٰتٌۢ بَيِّنٰتٌ مَّقَامُ اِبْرٰهِيْمَ ەۚ وَمَنْ دَخَلَهٗ كَانَ اٰمِنًا ۗ وَلِلّٰهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلًا ۗ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعٰلَمِيْنَ

Artinya: “Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; Barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (Q.S. Ali Imran/3:97)

Kewajiban haji adalah sekali dalam seumur hidup. Apabila ada yang melaksanakan haji lebih dari sekali, hukumnya sunah. Hal ini didasarkan pada hadis Nabi Muhammad saw. yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra.sebagai berikut.

“Rasulullah saw. berkhutbah kepada kami, beliau berkata,‘Wahai sekalian manusia, telah diwajibkan haji atas kamu sekalian.’Lalu al-Aqra bin Jabis berdiri kemudian berkata, ‘Apakah kewajiban haji setiap tahun ya Rasulullah?’ Nabi menjawab, ‘Sekiranya kukatakan ya, tentulah menjadi wajib, dan sekiranya diwajibkan, engkau sekalian tidak akan mampu. Ibadah haji itu sekali saja. Siapa yang menambahi itu berarti perbuatan sukarela saja.”

c. Syarat dan Rukun Haji

Syarat haji terbagi ke dalam dua bagian, yaitu syarat wajib haji dan syarat sah haji. Syarat haji ialah perbuatan-perbuatan yang harus dipenuhi sebelum ibadah haji dilaksanakan. Apabila syarat-syaratnya tidak terpenuhi, gugurlah kewajiban haji seseorang. Para ulama ahli fikih sepakat bahwa syarat wajib haji adalah sebagai berikut.

  1. Islam
  2. Berakal (tidak gila)
  3. baliqh
  4. ada muhrimnya
  5. mampu dalam segala hal (misalnya dalam hal biaya, kesehatan, keamanan, dan nafkah bagi keluarga yang ditinggalkan)

Sedangkan syarat sah haji adalah sebagai berikut:

  1. islam
  2. baliqh
  3. berakal
  4. merdeka

Adapun rukun haji adalah perbuatan-perbuatan yang harus dilaksanakan atau dikerjakan sewaktu melaksanakan ibadah haji. Maka apabila ditinggal­ kan, ibadah hajinya tidak sah. Adapun rukun haji adalah sebagai berikut.

Ihram adalah berniat mengerjakan ibadah haji atau umrah yang di­ tandai dengan mengenakan pakaian ihram yang berwarna putih dan membaca lafadz, “Labbaika Allahumma hajjan.” (bagi yang akan melaksanakan ibadah haji), dan membaca lafadz, “Labbaika Allahumma umratan.” (bagi yang berniat umrah). Ibadah haji dan umrah harus diawali dengan ihram. Apabila dengan sengaja jamaah miqat tanpa ihram, maka dia harus kembali ke salah satu miqat untuk berihram. Apabila jamaah telah berihram, maka sejak itu berlaku semua larangan ihram sampai tahallul.

Wukuf, yaitu hadir di padang Arafah pada tanggal 9 Djulhijjah dari tergelincirnya matahari hingga terbenam. Wukuf adalah bentuk pengasingan diri yang merupakan gambaran bagaimana kelak manusia dikumpulkan di padang Mahsyar. Wukuf di Arafah merupakan saat yang tepat untuk mawas diri, merenungi atas seperti yang pernah dilakukan, menyesali dan bertaubat atas segala dosa yang dikerjakan, serta memikirkan seperti yang akan dilakukan untuk menjadi muslim yang taat kepada Allah Swt.

Selama wukuf perbanyaklah berzikir, tahmid, tasbih, tahlil, dan istighfar. Berdoalah sebanyak mungkin, karena doa yang kita panjatkan dengan ikhlas dan khusyu’ akan dikabulkan oleh Allah Swt.

Wukuf yang dicontohkan Rasulullah saw. diawali dengan shalat berjama’ah dzuhur dan ashar dengan jama’ takdim qashar. Setelah itu, dilanjutkan dengan khutbah guna memberikan bimbingan wukuf, seruan-seruan ibadah, dan memanjatkan doa kepada Allah Swt.

Pelaksanaan wukuf di Arafah hanya terjadi sekali dalam setahun, yaitu setelah matahari tergelincir (melewati pukul 12 siang) pada tanggal 9 Dzulhijjah bila pada waktu tersebut jamaah tidak wukuf, maka hajinya tidak sah.

Thawaf adalah berputar menge­ lilingi Ka’bah dan dilakukan secara berlawanan dengan arah jarum jam dengan posisi Ka’bah di sebelah kiri badan. Thawaf dimulai dari Hajar Aswad dan diakhiri di Hajar Aswad pula, dilakukan sebanyak tujuh kali putaran.

Para ulama sepakat bahwa thawaf ada tiga macam, yaitu:

a) Thawaf Qudum, yaitu thawaf yang dilakukan ketika jamaah haji baru tiba di Mekah.
b) Thawaf Ifadhah, yaitu thawaf yang dilakukan pada hari qurban setelah melontar jumrah aqabah. Inilah thawaf yang wajib dilakukan pada waktu haji. Apabila ditinggalkan, maka hajinya batal.
c) Thawaf Wada’, yaitu thawaf perpisahan bagi jamaah yang akan meninggalkan Mekah.

Adapun Thawaf Sunnah adalah thawaf yang dilakukan kapan saja sesuai dengan kemampuan jamaah.

Syarat sah Thawaf
Syarat sah thawaf adalah sebagai berikut.

  1. Niat
  2. Menutup aurat
  3. Suci dari hadas
  4. Dilakukan sebanyak tujuh kali putaran
  5. Dimulai dan diakhiri di hajar aswad
  6. Posisi Ka’bah di sebelah kiri orang yang berthawaf
  7. Dilaksanakan di dalam Masjidil Haram

Sa’i adalah berlari-lari kecil antara bukit Shofa dan bukit Marwah sebanyak tujuh kali yang dimulai dari bukit Shafa dan berakhir di bukit Marwah. Sa’i dilakukan setelah pelaksanaan ibadah thawaf.

Syarat sah sa’i
Syarat sah sa’i adalah sebagai berikut.

a) Dilakukan sebanyak tujuh kali putaran (berawal di bukit Shofa dan berakhir di bukit Marwah)
b) Dilakukan setelah thawaf ifad­ hah atau setelah thawaf qudum.
c) Menjalani secara sempurna ja­ rak Shofa-Marwah dan Mar­wah- Shofa.
d) Dilakukan di tempat sa’i.

Tahallul adalah mencukur atau memotong rambut kepala sebagian atau seluruhnya minimal tiga helai rambut. Tahallul dilakukan setelah melontar jumrah aqabah pada tanggal 10 Dzulhijjah, yang disebut dengan tahallul awwal. Setelah jamaah melakukan tahallul awal ini larangan-larangan haji kembali dibolehkan kecuali berhubungan suami isteri. Tahallul tsani dilakukan setelah thawaf ifadhah dan sa’i.

Tertib yaitu berurutan dalam pelaksanaan mulai ihram hingga tahallul.

d. Jenis Haji
Dari segi pelaksanaannya, ibadah haji terbagi ke dalam tiga jenis, yaitu:

Haji tamattu’ yaitu melaksanakan umrah terlebih dahulu kemudian menggunakan pakaian ihram lagi untuk melaksanakan manasik haji. Jenis haji inilah yang mudah dan paling banyak dilaksanakan jama’ah haji Indonesia. Namun demikian, pelaksanaan haji jenis ini diwajibkan membayar dam atau berpuasa sepuluh hari, yaitu tiga hari pada waktu di tanah suci dan tujuh hari setelah kembali ke tanah air.

Haji ifrad adalah berihram dan berniat dari miqat hanya untuk haji. Dengan kata lain, mengerjakan haji terlebih dahulu kemudian mengerjakan umrah. Jenis haji ini cukup sulit dilaksanakan bagi jamaah haji Indonesia, terutama yang tidak terbiasa mengenakan kain ihram. Sebab, semenjak jama’ah tiba di Mekkah, mereka tidak boleh melepas kain ihram hingga tiba hari raya Idul Adha atau setelah pelontaran jumrah aqabah. Jemaah yang melaksanakan ibadah haji ifrad tidak diwajibkan membayar dam.

Haji qiran adalah melaksanakan haji dan umrah dengan satu kali ihram. Artinya, apabila seorang jamaah haji memilih jenis haji ini, maka jamaah tersebut berihram dari miqat untuk haji dan umrah secara bersamaan. Jamaah yang melakukan jenis haji ini diwajibkan memotong hewan qurban.

e. Keutamaan Haji

Setiap ibadah yang diperintahkan Allah Swt. memiliki hikmah dan keutamaan-keutamaan yang satu dengan lainnya berbeda-beda sebagai bentuk saling melengkapi dan menyempurnakan. Adapun yang termasuk keutamaan-keutamaan ibadah haji di antaranya adalah sebagai berikut.

Ketika Rasulullah saw. ditanya mengenai amal yang paling utama, maka beliau menjelaskan bahwa amal yang paling utama adalah beriman kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya, berjihad di jalan Allah, dan haji yang mabrur. Adapun haji yang mabrur maksudnya adalah orang yang sekembalinya dari melaksanakan ibadah haji perilakunya berubah menjadi lebih baik.

Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan sebuah dialog di dalam sebuah hadis sebagai berikut.

“Ya Rasulullah, bolehkah kami ikut berperang dan berjihad bersama engkau semua?’ Jawab Rasul, ‘Bagi engkau ada jihad yang lebih baik dan lebih indah, yaitu haji, haji yang mabrur.’ Ujar A’isyah ra. pula,
‘Setelah mendengar jawaban dari Rasulullah saw. ini aku tak pernah lagi meninggalkan ibadah haji.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Diriwayatkan dari Amar bin Ash, “Tatkala Allah Swt. telah menanamkan di hatiku, aku datang menemui Rasulullah saw. lalu berkata, ‘Ulurkanlah tanganmu agar aku berbaiat kepadamu.’ Rasulullah pun mengulurkan tangannya, tetapi aku masih mengatupkan telapak tanganku. Maka beliau bertanya, ‘Bagaimana engkau ini wahai Amar?’ Ujarku, ‘Aku akan mengajukan syarat.’ ‘Apa syaratnya?’ Tanya Rasulullah. ‘Yaitu agar aku diampuni.’ Ujarku. Maka beliau bersabda, ‘Tidaklah engkau tahu bahwa Islam itu menghapuskan keadaan sebelumnya, begitu juga hijrah menghapuskan apa yang sebelumnya, juga haji menghapuskan apa yang sebelumnya.” (HR. Muslim)

Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Umrah kepada umrah menghapuskan dosa yang terdapat di antara keduanya, sedang haji yang mabrur tidak ada ganjarannya selain surga.” (HR. Bukhari Muslim)

2. Zakat

a. Pengertian Zakat

Zakat menurut bahasa (lughat) artinya tumbuh, suci, dan berkah. Menurut istilah, zakat adalah pemberian yang wajib diberikan dari harta tertentu, menurut sifat-sifat dan ukuran kepada golongan tertentu. Zakat merupakan salah satu dari lima rukun Islam dan disebutkan secara beriringan dengan kata salat pada 82 ayat di dalam al-Qur’ān. Allah Swt. telah menetapkan hukum wajib atas zakat sebagaimana dijelaskan di dalam Al-Qur’ān, Sunnah Rasul, dan Ijma ulama.

b. Hukum Zakat

Allah Swt. telah menetapkan hukum wajib atas zakat sebagai salah satu dari lima rukun Islam yang disebutkan di dalam al-Qur’ān. Hal tersebut sebagaimana dijelaskan di dalam al-Qur’ān., Sunnah Rasul-Nya, dan ijma’ para ulama.

Di dalam al-Qur’ān Surat Al-Baqarah ayat 43 Allah Swt. berfirman:

وَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَ وَارْكَعُوْا مَعَ الرَّاكِعِيْنَ

Artinya, “dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’.”

 

Artinya, “Allah Swt. mewajibkan zakat pada harta orang-orang kaya dari kaum muslimin sejumlah yang dapat memberikan jaminan kepada orang- orang miskin di kalangan mereka. Fakir miskin tidak akan menderita kelaparan dan kesulitan sandang pangan melainkan disebabkan perbuatan golongan orang kaya. Ingatlah bahwa Allah Swt. akan mengadili mereka secara tegas dan menyiksa mereka dengan azab yang pedih akibat perbuatannya itu.” (HR. Thabrani)

 

c. Syarat dan Rukun Zakat

Syarat dalam ibadah zakat, yaitu syarat yang berkaitan dengan subjek zakat/muzakki (orang yang mengeluarkan zakat) dan objek zakat (harta yang dizakati).

1) Syarat zakat yang berhubungan dengan subjek atau pelaku (muzakkī : orang yang terkena wajib zakat) adalah sebagai berikut.

    1. islam
    2. baliqh
    3. merdeka
    4. berakal

2) Syarat-syarat yang berhubungan dengan jenis harta (sebagai objek zakat) adalah sebagai berikut.

a) Milik Penuh
Artinya penuhnya pemilikan, maksudnya bahwa kekayaan itu harus berada dalam kontrol dan dalam kekuasaan yang memiliki, (tidak bersangkut di dalamnya hak orang lain), baik kekuasaan pendapatan
maupun kekuasaan menikmati hasilnya.

b) Berkembang
Artinya harta itu berkembang, baik secara alami berdasarkan sunatullāh maupun bertambah karena ikhtiar manusia. Makna berkembang di sini mengandung maksud bahwa sifat kekayaan itu dapat mendatangkan income, keuntungan atau pendapatan.

c) Mencapai Nisab
Artinya mencapai jumlah minimal yang wajib dikeluarkan zakatnya. Contohnya nisab ternak unta adalah lima ekor dengan kadar zakat seekor kambing. Dengan demikian, apabila jumlah unta kurang dari
lima ekor, maka belum wajib dikeluarkan zakatnya.

d) Lebih dari kebutuhan pokok
Artinya harta yang dimiliki oleh seseorang itu melebihi kebutuhan pokok yang diperlukan oleh diri dan keluarganya untuk hidup wajar
sebagai manusia.

e) Bebas dari Hutang
Artinya harta yang dimiliki oleh seseorang itu bersih dari hutang, baik hutang kepada Allah Swt. (nażar atau wasiat) maupun hutang kepada sesama manusia

f) Berlaku Setahun/Haul
Suatu milik dikatakan genap setahun menurut al-Jazaili dalam kitabnya Tanyinda al-Haqā’iq syarh Kanzu Daqā’iq, yakni genap satu tahun dimiliki.

Adapun yang termasuk rukun zakat adalah sebagai berikut.

  1. Pelepasan atau pengeluaran hak milik pada sebagian harta yang dikenakan wajib zakat.
  2. Penyerahan sebagian harta tersebut dari orang yang mempunyai harta kepada orang yang bertugas atau orang yang mengurusi zakat (amil zakat).
  3. Penyerahan amil kepada orang yang berhak menerima zakat sebagai milik.

 

d. Hikmah dan Keutamaan Ibadah Zakat

Banyak sekali hikmah dan keutamaan ibadah zakat yang Allah Swt. perintahkan kepada hamba-Nya dan kaum muslimin. Di dalam al-Qur’ān Surat At-Taubah/9:103 Allah Swt. berfirman, Ambillah (sebagian) dari harta mereka menjadi sedekah (zakat), dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka ….” (Q.S. At-Taubah/9:103)  Dari penjelasan ayat di atas, bahwa tujuan zakat adalah untuk membersihkan mereka (pemilik harta) dari penyakit kikir dan serakah, sifat-sifat tercela serta kejam terhadap fakir miskin, orang-orang yang tidak memiliki harta, dan sifat-sifat hina lainnya.

Di sisi lain, zakat juga untuk menyucikan jiwa orang-orang berharta, menumbuhkan dan mengangkat derajatnya dengan berkah dan kebajikan, baik dari segi moral maupun amal. Hingga dengan demikian, orang tersebut akan mendapatkan kebahagiaan, baik di dunia maupun di akhirat.

3. Wakaf

a. Pengertian Wakaf

Kata Wakaf berasal dari bahasa Arab yang berarti menahan (al-habs) dan mencegah (al-man’u). Artinya menahan untuk dijual, dihadiahkan, atau diwariskan. Berdasarkan istilah syar’i wakaf adalah ungkapan yang diartikan penahanan harta milik seseorang kepada orang lain atau kepada lembaga dengan cara menyerahkan benda yang sifatnya kekal kepada masyarakat untuk diambil manfaatnya. Misalnya, seseorang mewakafkan tanah miliknya yang dijadikan tempat pemakaman umum (TPU). Oleh karena itu, tanah yang dimaksud tidak boleh diambil, diwariskan, atau dihadiahkan lagi kepada orang lain.

b. Hukum Wakaf

Wakaf hukumnya sunnah. Namun, bagi pemberi wakaf (wakif) merupakan amaliah sunnah yang sangat besar manfaatnya. Mengapa dikatakan amaliah sunnah yang sangat besarmanfaatnya? Karena bagi wakif merupakan śadaqah jariyah. Wakaf adalah perbuatan terpuji dan sangat dianjurkan dalam Islam. Hal ini sesuai dengan dalil-dalil wakaf untuk keperluan umat.

Beberapa dalil tentang ibadah wakaf di antaranya adalah sebagai berikut.

1) Q.S. Āli ‘Imrān/3:92

لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتّٰى تُنْفِقُوْا مِمَّا تُحِبُّوْنَ ۗوَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ شَيْءٍ فَاِنَّ اللّٰهَ بِهٖ عَلِيْمٌ

Artinya: “Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apapun yang kamu infakkan, tentang hal itu sungguh, Allah Swt. Maha Mengetahui”.
(QS.Āli‘Imrān/3:92 )

2) Hadis Rasulullah saw. riwayat oleh Bukhari dan Muslim

Mengenai śadaqah jariyah pada hadis di atas, ulama telah sepakat bahwa yang dimaksud dengan śadaqah jariyah dalam hadis tersebut adalah wakaf

c. Rukun dan Syarat Wakaf

Rukun wakaf ada empat, yaitu orang yang berwakaf, benda yang di­ wakafkan, orang yang menerima wakaf, dan ikrar.

dengan syarat-syarat sebagai berikut.

  1. Memiliki penuh harta itu, dia merdeka untuk mewakafkan harta itu kepada siapa yang ia kehendaki.
  2. Berakal, maksudnya tidak sah wakaf dari orang bodoh, orang gila, atau orang yang sedang mabuk.
  3. baligh
  4. Bertindak secara hukum (rasyid). Orang bodoh, orang yang sedang bangkrut (muflis), dan orang lemah ingatan tidak sah mewakafkan hartanya.
  1. barang yang diwakafkan itu harus barang yang berharga.
  2. harta yang diwakafkan harus diketahui kadarnya, apabila harta itu tidak diketahui jumlahnya (majhul), pengalihan milik ketika itu tidak sah.
  3. harta yang diwakafkan harus miliki oleh orang yang berwakaf (wakif).
  4. harta harus berdiri sendiri, tidak melekat kepada harta lain (mufarrazan) atau disebut dengan istilah gairaśai’.

atau sekelompok orang/badan hukum diberi tugas mengurus dan menerima barang wakaf (nair) tersebut. Orang yang menerima wakaf diklasifikasikan menjadi dua, yaitu sebagai berikut.

  1. Tertentu (mu’ayyan), artinya orang yang menerima wakaf jelas jumlah­nya. Apakah seorang, dua orang, atau sekumpulan orang semuanya mempunyai kriteria tertentu dan tidak boleh diubah. Persyaratan bagi orang yang menerima wakaf tersebut (almawqufmu’ayyan) adalah orang yang boleh memiliki harta (ahlanlialtamlik). Dengan demikian, orang muslim, merdeka, dan kafirimni (nonmuslim yang bersahabat) yang memenuhi syarat tersebut, boleh memiliki harta wakaf. Orang bodoh, hamba sahaya, dan orang gila tidak sah untuk menerima wakaf.
  2. Tidak tertentu (gairamu’ayyan), artinya berwakaf itu tidak ditentukan kriterianya secara rinci. Seperti untuk orang fakir, orang miskin, tempat ibadah, makam, dan lain-lain. Syarat-syarat yang berkaitan dengan gairamu’ayyan, yaitu yang menerima wakaf hendaklah dapat menjadikan wakaf tersebut untuk kebaikan, dan dengan wakaf dapat mendekatkan diri kepada Allah Swt. hal ini ditujukan hanya untuk kepentingan islam saja.

d. Lafaz atau Ikrar Wakaf (Sighat), syarat-syaratnya adalah sebagai berikut.

  1. ucapan ikrar wakaf harus mengandung kata-kata yang menunjukkan kekalnya (ta’bid), tidak sah wakaf jika ucapannya dengan batas waktu tertentu.
  2. Ucapan ikrar wakaf dapat direalisasikan segera (tanjiz), tanpa disangkutkan, atau digantungkan kepada syarat tertentu.
  3. Ucapan ikarar wakaf bersifat pasti.
  4. Ucapan ikarar wakaf tidak diikuti oleh syarat yang membatalkan.

Apabila semua persyaratan di atas dapat terpenuhi, maka penguasaan atas tanah wakaf bagi penerima wakaf sah. Pewakaf (wakif) tidak dapat lagi menarik kembali kepemilikan harta tersebut karena telah berpindah kepada Allah Swt. dan penguasaan harta tersebut berpindah kepada orang yang menerima wakaf (náir). Secara umum, penerima wakaf (náir) dianggap pemiliknya, tetapi bersifat tidak penuh (gaira tammah).

e. Hikmah dan Keutamaan Wakaf

Ibadah wakaf memiliki keutamaan yang banyak sekali. Namun demikian, wakaf merupakan amal ibadah yang belum banyak dilakukan oleh kaum muslimin. Hal ini disebabkan wakaf tersebut berupa harta benda yang dicintai. Seperti tanah, bangunan, atau benda lainnya. Jika seorang muslim mengetahui betapa besar pahala yang akan diraihnya dengan berwakaf, maka boleh jadi kaum muslimin akan berbondong-bondong melakukan wakaf meskipun hanya sekedar satu meter tanah.

Salah satu keutamaan wakaf bahwa ia akan dicatat dan dihitung sebagai amal jariyah yang pahalanya akan terus mengalir meskipun orang yang mewakafkannya meninggal dunia. Artinya, pemberi wakaf akan tetap menerima pahala selama wakafnya dimanfaatkan oleh orang lain.

f. Harta Wakaf dan Pemanfaatan Wakaf

Berdasarkan hadis Rasulullah saw. dan amal para sahabat, harta wakaf berupa benda yang tidak habis dipakai dan tidak rusak jika dimanfaatkan, baik benda bergerak ataupun benda tidak bergerak. Sebagai contoh Umar bin Khattab ra. Mewakafkan sebidang tanah di Khaibar. Khalid bin Walid ra. mewakafkan pakaian perang dan kudanya.

Harta benda wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan lama dan manfaat jangka panjang, selain itu, harta wakaf mempunyai nilai ekonomi menurut syari’ah. Harta benda wakaf terdiri atas dua macam, yaitu benda tidak bergerak dan benda bergerak.

Wakaf benda tidak bergerak mencakup hal-hal berikut.

  1. Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku, baik yang sudah maupun yang belum terdaftar.
  2. Bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah.
  3. Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah.
  4. Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Wakaf benda bergerak mencakup hal-hal berikut.

  1. Wakaf uang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syari’ah yang ditunjuk oleh Menteri Agama. Dana wakaf berupa uang dapat diinvestasikan pada aset-aset financial dan pada aset riil.
  2. Logam mulia, yaitu logam dan batu mulia yang memiliki manfaat jangka panjang.
  3. Surat berharga.
  4. Kendaraan.
  5. Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI). HAKI mencakup hak cipta, hak paten, merek, dan desain produk industri.
  6. Hak sewa seperti wakaf bangunan dalam bentuk rumah.

g. Prinsip-Prinsip Pengelolaan Wakaf

Secara makro, wakaf diharapkan mampu mempengaruhi kegiatan ekonomi masyarakat. Orang-orang yang perlu bantuan berupa makanan, perumahan, sarana umum seperti masjid, rumah sakit, sekolah, pasar, dan lain-lain, bahkan modal untuk kepentingan pribadi dapat diberikan, bukan dalam bentuk pinjaman, tetapi murni sedekah dijalan Allah Swt. Kondisi demikian akan memperingan beban ekonomi masyarakat. Kalau kegiatan ekonomi bergerak secara teratur, tentu akan lahir ekonomi masyarakat dengan biaya murah.

Menurut Syafi’i Antonio, setidaknya ada tiga filosofi dasar yang harus ditekankan ketika hendak memberdayakan wakaf. Pertama, manajemennya harus dalam bingkai ‘proyek yang terintegrasi’. Kedua, azas kesejahteraan náir. Ketiga, azas transparansi dan akuntabilitas di mana badan wakaf dan lembaga yang dibantunya harus melaporkan setiap tahun tentang proses pengelolaan dana laporannya kepada umat dalam bentuk laporan audit keuangan termasuk kewajaran dari masing-masing pos biaya.

Prinsip-prinsip pengelolaan wakaf adalah sebagai berikut.

  1. Seluruh harta benda wakaf harus diterima sebagai sumbangan dari wakif dengan status wakaf sesuai dengan syariah.
  2. Wakaf dilakukan tanpa batas waktu.
  3. Wakif mempunyai kebebasan memilih tujuan sebagaimana yang diperkenankan oleh syariah.
  4. Jumlah harta wakaf tetap utuh dan hanya keuntungannya saja yang akan dibelanjakan untuk tujuan-tujuan yang telah ditentukan oleh wakif.
  5. Wakif dapat meminta keseluruhan keuntungannya untuk tujuan-tujuan yang telah ditentukan.

Leave a Reply