1. Pentingnya Khutbah
Sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa khutbah termasuk aktivitas ibadah. Oleh karena itu, khutbah tidak bisa ditinggalkan karena akan membatalkan rangkaian aktivitas ibadah. Contoh, apabila ¡alat Jumat tidak ada khutbahnya, ¡alat Jumat tidak sah. Apabila wukuf di Arafah tidak ada khutbah-nya, wukufnya tidak sah.
Sesungguhnya, khutbah merupa kan kesempatan yang sangat besar untuk berdakwah dan membimbing manusia menuju ke-ri«a-an Allah Swt. Hal ini jika khutbah dimanfaatkan sebaik-baiknya, dengan menyampaikan materi yang dibutuhkan oleh hadirin menyangkut masalah kehidupannya, dengan ringkas, tidak panjang lebar, dan dengan cara yang menarik serta tidak membosankan.
Khutbah memiliki kedudukan yang agung dalam syariat Islam sehingga sepantasnya seorang khatib melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya.
Hal-hal berikut yang seharusnya dimiliki oleh seorang khatib:
- Seorang khathib harus memahami aqidah yang £a¥3hah (benar) sehingga dia tidak sesat dan menyesatkan orang lain.
- Seorang khatib harus memahami fiqh sehingga mampu membimbing manusia dengan cahaya syariat menuju jalan yang lurus.
- Seorang khatib harus memperhatikan keadaan masyarakat, kemudian mengingatkan mereka dari penyimpangan-penyimpangan dan mendorong kepada ketaatan.
- Seorang khathib sepantasnya juga seorang yang £±lih, mengamalkan ilmunya, tidak melanggar larangan sehingga akan memberikan pengaruh kebaikan kepada para pendengar
2. Pentingnya Tablig
Salah satu sifat wajib bagi rasul adalah tablig, yakni menyampaikan wahyu dari Allah Swt. kepada umatnya. Semasa Nabi Muhammad saw. masih hidup, seluruh waktunya dihabiskan untuk menyampaikan wahyu kepada umatnya. Setelah Rasulullah saw. wafat, kebiasaan ini dilanjutkan oleh para sahabatnya, para tabi’in (sahabat Nabi), dan tabi’it-tabi’in (pengikut sahabat Nabi).
Setelah mereka semuanya tiada, siapakah yang akan meneruskan kebiasaan menyampaikan ajaran Islam kepada orang- orang? Kita sebagai siswa muslim punya tanggung jawab untuk meneruskan kebiasaan bertabligh tersebut.
Banyak yang menyangka bahwa tugas tablig hanyalah tugas alim ulama saja. Hal itu tidak benar. Setiap orang yang mengetahui kemungkaran yang terjadi di hadapannya, ia wajib mencegahnya atau menghentikannya. Kegiatan untuk mencegah dengan tangannya (kekuasaanya), mulutnya (nasihat), atau dengan hatinya (bahwa ia tidak ikut dalam kemungkaran tersebut).
Seseorang tidak harus menjadi ulama terlebih dulu untuk menghentikan kemungkaran. Siapa pun yang melihat kemungkaran terjadi di depan matanya, dan ia mampu menghentikannya, ia wajib menghentikannya. Bagi yang mengerti suatu permasalahan agama, ia harus menyampaikannya kepada yang lain, siapa pun mereka. Sebagaimana hadis Rasulullah saw.:
Artinya: Dari Abi Said al-Khudri ra. berkata, saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: barangsiapa yang melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tangannya. Apabila tidak mampu maka ubahlah dengan lisannya. apabila tidak mampu maka dengan hatinya (tidak mengikuti kemungkaran tersebut), dan itu selemah-lemahnya iman. (HR. Muslim)
3. Pentingnya Dakwah
Salah satu kewajiban umat Islam adalah berdakwah. Sebagian ulama ada yang menyebut berdakwah itu hukumnya far«u kifayah (kewajiban kolektif), dan ada juga yang menyatakan farduain. Rasulullah saw. selalu mengajarkan agar seorang muslim selalu menyeru pada jalan kebaikan dengan cara-cara yang baik.
Setiap dakwah hendaknya bertujuan untuk mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat. Setelah itu, dengan berdakwah kita akan mendapat ri«a dari Allah Swt. Nabi Muhammad saw. mencontohkan dakwah kepada umatnya melalui lisan, tulisan, dan perbuatan.
Rasulullah saw. memulai dakwahnya kepada istri, keluarga, dan teman- teman karibnya hingga raja-raja yang berkuasa pada saat itu. Di antara raja-raja yang mendapat surat atau risalah Rasulullah saw. adalah Kaisar Heraklius dari Byzantium, Mukaukis dari Mesir, Kisra dari Persia (Iran), dan Raja Najasyi dari Habasyah (Ethiopia). Ada beberapa metode dakwah yang bisa dilakukan seorang muslim menurut syariat.
وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
Arinya: “Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. Ãli ‘Imran/3: 104)