Gerakan pembaruan Islam yang muncul di Mesir, India, dan Turki pada abad modern, secara langsung atau tidak langsung, berpengaruh pada gerakan Islam di Asia Tenggara. Para tokoh Islam di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, menyerap secara selektif ide-ide pembaruan dari tokoh-tokoh Islam luar negeri yang telah disebutkan sebelumnya.
Pengaruh tersebut diakui oleh para tokoh Islam dan intelektual Islam di Indonesia berikutnya dalam bentuk tulisan-tulisan. Misalnya, pada tahun 1961, Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA), mantan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), menulis buku berjudul Pengaruh Muhammad Abduh di Indonesia. Pada tahun 1969, H.A. Mukti Ali, mantan Menteri Agama Repulik Indonesia menulis buku berjudul Alam Pikiran Islam Modern di Indonesia.
Pada tahun 1973, tulisan Deliar Noer diterbitkan oleh Oxford University Press berjudul The Modernist Muslim Movement in Indonesia 1900-1942. Buku tersebut diterbitkan dalam versi bahasa Indonesia pada tahun 1980 berjudul Gerakan Modern Islam di Indonesia Tahun 1900-1942. Tulisan serupa masih banyak muncul di Indonesia di tahun-tahun berikutnya.
Dari buku H.A. Mukti Ali dapat diketahui adanya lima faktor yang mendorong munculnya gerakan pembaruan Islam di Indonesia, yaitu:
- Adanya kenyataan ajaran Islam yang bercampur dengan kebiasaan yang bukan Islam.
- Adanya lembaga-lembaga pendidikan Islam yang kurang efisien.
- Adanya kekuatan misi dari luar Islam yang mempengaruhi gerak dakwah Islam.
- Adanya gejala dari golongan intelegensia tertentu yang merendahkan Islam.
- Adanya kondisi politik, ekonomi, dan sosial Indonesia yang buruk akibat penjajahan.
Melihat pada lima realitas tersebut, maka para ulama pembaru Islam melakukan lima gerakan besar pembaruan, yaitu:
- Membersihkan Islam di Indonesia dari pengaruh dan kebiasaan yang bukan Islam;
- Mereformulasi doktrin Islam dengan pandangan alam pikiran modern;
- Mereformasi penafsiran-penafsiran terhadap ajaran dan kondisi pendidikan Islam;
- Mempertahankan Islam dari desakan-desakan dan pengaruh kekuatan luar Islam;
- Melepaskan Indonesia dari belenggu penjajahan.
Lima gerakan pembaruan tersebut bukan peristiwa yang terjadi begitu saja. Akan tetapi secara langsung atau tidak langsung memiliki akar panjang sejarah dari tokoh pembaru Islam di Mesir, India, dan Turki. Pengaruh tersebut berlangsung melalui proses pendidikan dan bahan bacaan (surat kabar/majalah).
Pada akhir abad ke-19 ada banyak kaum muslim muda Indonesia yang belajar ke Mekkah dan Mesir. Di sana mereka bersentuhan dengan ide-ide pembaruan. Mereka membaca majalah-majalah yang diterbitkan khusus untuk misi pembaruan Islam, seperti majalah Al-Urwat Al-Wu£qa dan Al-Manar yang terbit di Mesir.
Misi pembaruan melalui media majalah kemudian ditiru oleh para ulama pembaru di beberapa tempat di Asia Tenggara. Di Singapura, terbit sebuah majalah dengan nama Majalah Al-Imam (terbit pada tahun 1908). Di Minangkabau dengan nama Majalah Al-Munir (terbit tahun 1911), dan di Yogyakarta dengan nama Suara Muhammadiyah.
Ada banyak tokoh Islam di Indonesia yang sepaham dengan misi pembaruan tersebut, tetapi dalam buku teks ini tidak disebut semuanya. Di antara mereka adalah:
- Syeikh Muhammad Tahir Jalaluddin asal Padang yang hijrah Ke Singapura. Tokoh ini memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap gerakan pembaruan di Asia Tenggara.
- Haji Abdullah Ahmad dan Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA). Kedua tokoh ini dipandang penting sebab keduanya menjadi pelopor pembaruan Islam di Minangkabau.
- K.H. Ahmad Dahlan, pendiri organisasi atau Persyarikatan Muhammadiyah pada tanggal 18 November 1912 di Yogyakarta.
- K.H. Hasyim Asy’ari, pendiri organisasi Nahdlatul Ulama (NU) pada tanggal 31 Januari 1926. di Jombang Jawa Timur.
K.H. Ahmad Dahlan adalah teman seperguruan dengan tokoh Islam pendiri Jam’iyyah Nahdhatul Ulama (NU), yaitu K.H. Hasyim Asy’ari. NU didirikan pada tanggal 31 Januari 1926. K.H. Ahmad Dahlan dan K.H. Hasyim Asy’ari berguru pada guru yang sama ketika belajar di Mekkah, yaitu Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi dan Syeikh Nawawi Al-Bantani.