1. Pembaru dari India
a. Syah Waliyullah (1703-1762 M.)
Syah Waliyullah dilahirkan di Delhi pada 21 Februari 1703. Ia memperoleh pendidikan dari orang tuanya yang dikenal “sufi” dan pengelola madrasah, yaitu Syah Abd. Rahim. Setelah dewasa, ia turut menjadi guru di madrasah itu. Kemudian beliau menunaikan ibadah haji dan menimba ilmu pada ulama-ulama di Mekah dan Madinah selama setahun. Ia kembali ke Delhi pada tahun 1732 dan meneruskan karir lamanya sebagai guru.
Syah Waliyullah juga gemar menulis. Ketika wafat beliau banyak meninggalkan karya-karya tulis, Karya-karya beliau di antaranya yang sangat terkenal berjudul Hujjatullah Al-Balighah dan Fuyun Al-Haramain.
Ketika melihat kemunduran dunia Islam, Syah Waliyullah berpendapat bahwa penyebab kemunduran dunia Islam di antaranya adalah sebagai berikut:
- Terjadinya perubahan sistem pemerintahan Islam dari sistem kekhalifahan menjadi sistem kerajaan.
- Sistem demokrasi yang melekat dalam kekhalifahan diganti dengan sistem monarki absolut
- Perpecahan di kalangan umat Islam merupakan akibat dari adanya perbedaan aliran-aliran yang muncul di dalamnya. Tiap- tiap aliran mengaku dirinya yang paling benar.
- Mencampuradukkan ajaran Islam dengan unsur-unsur ajaran lainnya, sehingga ajaran Islam yang murni menjadi kurang jelas.
Pemikiran lain dari Syah Waliyullah adalah perlunya penerjemahan al-Qur’an ke dalam bahasa asing. Tujuan penerjemahan ini agar masyarakat yang tidak mengerti bahasa Arab dapat memahami maksud dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Pemikiran ini termasuk baru, sebab penerjemahan al-Qur’an pada saat itu masih dilarang oleh para ulama. Bahasa yang dipilih untuk terjemahan al-Qur’an adalah bahasa Persia, karena banyak digunakan di kalangan pelajar Islam India saat itu. Penerjemahan al-Qur’an ke dalam bahasa Persia disempurnakan Syah Waliyullah di tahun 1758.
Terjemahan yang semula ditentang itu lambat laun dapat diterima oleh masyarakat Islam India pada saat itu. Setelah masyarakat bersedia menerima terjemahan al-Qur’an, kemudian putra Syah Waliyullah melanjutkan pemikiran ayahnya. Putra Syah Waliyullah membuat terjemahan al-Qur’an ke dalam bahasa Urdu. Bahasa Urdu inilah yang lebih umum digunakan oleh masyarakat Islam India daripada bahasa Persia.
b. Sayyid Ahmad Khan (1817-1898 M.)
Setelah Kerajaan Mughal dihancurkan oleh kekuatan Inggris pada tahun 1857, maka tampillah ulama baru di India, yaitu Sayyid Ahmad Khan. Ia lahir di Delhi pada tahun 1817. Sayyid Ahmad Khan memperoleh pendidikan tradisional dalam pengetahuan agama. Selain mempelajari bahasa Arab, ia juga menekuni bahasa Persia. Ia rajin membaca dan banyak memperluas pengetahuan dengan membaca buku berbagai bidang ilmu pengetahuan.
Sayyid Ahmad Khan pernah bekerja pada Serikat India Timur ketika usianya masih 18 tahun. Kemudian ia bekerja pula sebagai hakim. Akan tetapi, pada tahun 1846 ia pulang kembali ke Delhi untuk meneruskan studinya.
Pada tahun 1857, terjadi pemberontakan terhadap kekuasaan Inggris oleh rakyat India. Pada saat kejadian tersebut, Sayyid Ahmad Khan banyak berusaha untuk mencegah terjadinya kekerasan. Dalam kesempatan yang sama, ia pun banyak menolong orang Inggris dari pembunuhan.
Pihak Inggris menganggap bahwa Sayyid Ahmad Khan telah banyak berjasa kepada mereka sehingga mereka ingin membalas jasanya. Namun, Sayyid Ahmad Khan menolak hadiah yang dianugerahkan Inggris kepadanya. Ia hanya menerima gelar “Sir” yang diberikan pemerintah Inggris kepadanya. Dengan gelar “Sir” tersebut sehingga ia populer dipanggil dengan nama “Sir Sayyid Akhmad Khan.” Komunikasi Sayyid Ahmad Khan yang baik dengan pihak Inggris digunakannya sebagai strategi untuk kepentingan umat Islam di India.
Sayyid Ahmad Khan berpendapat bahwa kedudukan umat Islam di India dapat meningkat apabila mereka bersedia bekerja sama dengan Inggris.
Sayyid Ahmad Khan berpendapat demikian karena Inggris merupakan penguasa terkuat di India melebihi penguasa-penguasa lainnya di sana. Oleh karena itu, apabila umat Islam di India menentang kekuasaan Inggris maka hal tersebut tidak akan membawa kebaikan bagi mereka. Sikap antipati terhadap Inggris justru akan menjadikan umat Islam di India tetap mundur dan akhirnya tertinggal.
Pemikiran Sayyid Ahmad Khan tentang pembaruan Islam adalah sebagai berikut:
- Kemunduran umat Islam disebabkan oleh umat Islam sendiri yang tidak mengikuti perkembangan sains dan teknologi produk Barat.
- Ilmu dan teknologi modern adalah hasil pemikiran manusia. Oleh karena itu, akal dalam batas kekuatannya harus dihargai tinggi oleh umat Islam.
- Islam adalah agama yang memiliki paham hukum alam buatan Tuhan. Antara hukum alam sebagai ciptaan Allah Swt. dan al-Qur’an sebagai firman Allah Swt. pasti tidak terdapat pertentangan, akan tetapi keduanya sejalan.
- Sumber ajaran Islam hanyalah al-Qur’an dan Al-Hadis. Pendapat ulama masa lampau tidak mengikat bagi umat Islam. Di antara pendapat mereka ada yang sudah kurang sesuai dengan zaman modern.
- Umat Islam harus didorong untuk memiliki sikap dan perilaku yang mencerminkan semangat berpikir, bukan sikap dan perilaku taklid (hanya mengikuti pendapat lain tanpa mengerti alasannya).
- Cara efektif untuk mengubah sikap mental umat Islam dari keterbelakangan adalah pendidikan. Oleh karena itu, ia mendirikan sekolah yang akhirnya memiliki peranan penting dalam kebangkitan umat Islam di India. Sekolah tersebut diberi nama Muhammedan Anglo Oriental College (MAOC) yang terletak di Aligarh.
c. Muhammad Iqbal (1876-1938 M.)
Muhammad Iqbal (1876-1938) berasal dari keluarga golongan menengah di Punjab, India. Ia belajar di Lahore hingga memperoleh gelar kesarjanaan tingkat magister (M.A.). Di kota itulah ia berkenalan dengan seorang orientalis bernama Thomas Arnold. Orientalis inilah yang mendorong Iqbal untuk melanjutkan studi ke Inggris. Iqbal kemudian masuk ke Universitas Cambridge pada tahun 1905 untuk mempelajari filsafat.
Dua tahun kemudian Iqbal pindah ke Munich, Jerman. Di Jerman inilah Iqbal memperoleh gelar doktor (Ph.D.) dalam bidang tasawuf. Tesis doktoral Iqbal berjudul The Development of Metaphysics , in Persia (Perkembangan Metafisika di Persia).
Pada tahun 1908 Iqbal kembali ke Lahore dan menekuni profesi sebagai pengacara dan dosen filsafat. Ia menulis buku The Reconstruction of Religious Thought in Islam. Buku ini merupakan kumpulan dari ceramah-ceramah Iqbal di universitas di India.
Pada tahun 1930, Iqbal dipilih menjadi Presiden Liga Muslimin. Ia pernah menghadiri Konferensi Islam yang diadakan di Yerusalem. Pada tahun 1933, ia diundang ke Afghanistan untuk membicarakan pembentukan Universitas Kabul.
Berbeda dengan pembaru-pembaru lain, Muhammad Iqbal adalah penyair dan filosof. Pemikiran Iqbal mengenai kemunduran dan kemajuan umat Islam mempunyai pengaruh pada gerakan pembaruan dalam Islam. Pemikiran- pemikirannya antara lain sebagai berikut.
- Ijtihad mempunyai kedudukan penting dalam pembaruan Islam. Oleh karena itu, pintu ijtihad tetap terbuka.
- Umat Islam perlu mengembangkan sikap dinamis. Dalam syairnya, ia mendorong umat Islam untuk bergerak dan jangan tinggal diam.
- Kemunduran umat Islam disebabkan oleh kebekuan dan kebuntuan (kejumudan) dalam berpikir
- Hukum Islam tidak bersifat statis, tetapi dapat berkembang sesuai perkembangan zaman.
- Umat Islam harus menguasai sains dan teknologi yang dimiliki Barat.
- Perhatian berlebihan umat Islam terhadap kehidupan yang bersifat zuhud telah menyebabkan kurangnya perhatian terhadap masalah-masalah keduniaan dan sosial kemasyarakatan.
2. Pembaru dari Mesir
a. Muhammad Ali Pasya (1765-1849 M.)
Muhammad Ali Pasya lahir di Kawala, Yunani, tahun 1765 dan meninggal di Mesir pada tahun 1849. Ia adalah seorang keturunan Turki. Sebagai seorang raja, Muhammad Ali memprioritaskan bidang militer. Ia berpandangan bahwa kekuasaannya hanya dapat dipertahankan dan diperbesar dengan kekuatan militer. Untuk menopang kekuatan militer, maka ia membangun kekuatan ekonomi. Ia berpendapat bahwa di balik kekuatan militer pasti ada kekuatan ekonomi sebagai penyedia biayanya. Untuk membangun kekuatan militer dan kekuatan ekonomi, ilmu-ilmu modern diperlukan sebagaimana telah dikenal orang di Eropa.
Selain pemikiran tersebut, ide dan gagasan Muhammad Ali Pasya yang dinilai inovatif pada zamannya adalah mendirikan sekolah-sekolah modern.
Muhammad Ali Pasya memasukkan ilmu-ilmu modern dan sains ke dalam kurikulum di sekolah-sekolah yang ia dirikan. Sekolah- sekolah inilah yang kemudian dikenal sebagai sekolah modern di Mesir pada khususnya dan dunia Islam pada umumnya.
Ketika Muhammad Ali Pasya memperkenalkan pendidikan sistem modern, masyarakat Mesir saat itu masih menggunakan sistem pendidikan tradisional yaitu kuttab, masjid, madrasah, dan Jami’ Al-Azhar (Universi–tas Al-Azhar). Ilmu-ilmu yang dikembangkan di lembaga-lembaga tradisional ini hanya “ilmu keagamaan saja”, seperti tafsir, hadis, fiqh, dan ilmu tauhid.
Muhammad Ali Pasya melihat bahwa lembaga-lembaga pendidikan tradisional yang sudah ada tentu sulit menerima kurikulum modern ke dalam lembaganya. Oleh karena itu, ia tidak mengubah lembaga pendidikan tradisional yang sudah ada, tetapi menempuh jalan alternatif mendirikan sekolah modern sendiri. Ide dan tindakan yang ditempuh Muhammad Ali Pasya ini menunjukkan adanya kemajuan di zamannya. Ia berani berbeda dengan merealisasikan pikiran strategisnya untuk kemajuan umat Islam.
b. Rifa’ah Baidawi Rafi’ Al-Tahtawi (1801-1873 M.)
Tokoh ini sering dikenal dengan sebutan Al- Tahtawi. Ia lahir pada tahun 1801 di Tahta, suatu kota yang terletak di Mesir bagian selatan dan meninggal di Kairo pada tahun 1873. Al-Tahtawi mulai belajar di Universitas Al-Azhar Kairo ketika usianya 16 tahun.
Ia menyelesaikan studi di Al-Azhar pada tahun 1822 dalam waktu lima tahun.
Beberapa pemikiran tentang pem–baruan Islam yang diusungnya adalah sebagai berikut:
- Ajaran Islam bukan hanya mementingkan kesejahteraan hidup di akhirat belaka, tetapi juga hidup di dunia.
- Kekuasaan raja yang cenderung absolut harus dibatasi dengan syariat. Oleh karena itu, raja harus bermusyawarah dengan ulama dan kaum intelektual.
- Syariat harus diartikan sesuai dengan perkembangan modern.
- Para ulama harus mempelajari filsafat dan ilmu pengetahuan modern agar syariat dapat tegak di tengah kehidupan masyarakat modern.
- Pendidikan harus bersifat universal, misalnya wanita harus memperoleh pendidikan yang sama dengan kaum pria. Istri harus menjadi teman dalam kehidupan intelektual dan sosial.
- Umat Islam harus dinamis dan meninggalkan sifat statisnya.
c. Jamaludin Al-Afghani (1839-1897 M.)
Jamaludin lahir di Afghanistan pada tahun 1839 dan meninggal dunia di Istanbul tahun 1897. Pada usia 22 tahun, ia telah menjadi pembantu bagi Pangeran Dost Muhammad Khan di Afghanistan. Di tahun 1864 ia menjadi penasehat Sir Ali Khan. Beberapa tahun kemudian ia diangkat oleh Muhammad A’zam Khan menjadi Perdana Menteri.
Pada saat ia menjadi perdana Menteri, penguasa Inggris telah mulai mencampuri soal politik dalam negeri Afghanistan. Ketika pergolakan terjadi di Afganistan, maka Al-Afghani memilih untuk melawan golongan yang disokong oleh Inggris. Dalam pergolakan itu, pihak Al-Afghani kalah, maka ia merasa lebih aman meninggalkan tanah tempat kelahirnya dan akhirnya menempuh perjalanan ke Mesir.
Beberapa pemikiran Jamaludin Al-Afghani tentang pembaruan Islam adalah sebagai berikut:
- Kemunduran umat Islam tidak disebabkan karena Islamnya. Kemunduran itu disebabkan oleh berbagai faktor yang terdapat dalam diri umat Islam sendiri.
- Untuk mengembalikan kejayaan Islam di masa lalu dan sekaligus menghadapi dunia modern, maka umat Islam harus kembali kepada ajaran Islam yang murni. Islam juga harus dipahami dengan akal serta kebebasan berpikir.
- Corak pemerintahan otokrasi dan absolut harus diganti dengan pemerintahan demokratis. Kepala negara harus bermusyawarah dengan pemuka masyarakat yang berpengalaman.
- Tidak ada pemisahan antara agama dan politik. Rasa solidaritas antarumat Islam (Pan Islamisme) harus dihidupkan kembali di dunia Islam.
d. Muhammad Abduh (1849-1905 M.)
Muhammad Abduh dilahirkan di daerah Mesir hilir pada tahun 1849. dan wafat tanggal 11 Juli 1905. Ketika kecil, Muhammad Abduh belajar di rumah. Ia melanjutkan belajar al-Qur’an hingga hafal dalam waktu dua tahun. Ia kemudian meneruskan studinya ke Universitas Al-Azhar. Di lembaga inilah Abduh untuk pertama kalinya bertemu dengan Jamaludin Al-Afghani yang datang ke Mesir dalam perjalanannya ke Istanbul. Dalam pertemuan itu, Jamaludin Al-Afghani mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai arti beberapa ayat al-Qur’an, kemudian Al-Afghani memberikan tafsirannya.
Perjumpaan itu menorehkan kesan yang baik dalam diri Muhammad Abduh. Ketika Jamaludin Al-Afghani datang ke Mesir lagi untuk menetap di tahun 1871, Muhammad Abduh menjadi muridnya yang setia. Ia mulai belajar filsafat di bawah pimpinan Jamaludin Al-Afghani. Di masa ini ia telah mulai menulis karangan-karangan untuk harian Al-Ahram.
Studi Abduh di Al-Azhar selesai pada tahun 1877 dengan mendapat gelar Alim. Setelah itu, ia mulai mengajar, pertama di Al-Azhar, kemudian di Dar Al- Ulum dan di rumahnya sendiri. Di antara sumber bahan ajarnya adalah buku akhlak karangan Ibn Miskawaih,
Mukaddimah karya Ibn Khaldun dan Sejarah Kebudayaan Eropa karangan Guizot. Ketiga buku terebut diterjemahkan Al-Tahtawi ke dalam bahasa Arab di tahun 1857.
Adapun ide-ide pembaruan Muhammad Abduh yang membawa dampak positif bagi pengembangan pemikiran Islam sebagai berikut.
- Pintu ijtihad masih terbuka lebar bagi umat Islam. Ijtihad merupakan dasar penting dalam menafsirkan kembali ajaran Islam.
- Islam adalah ajaran rasional yang sejalan dengan akal. Dengan akal, maka ilmu pengetahuan menjadi maju.
- Kekuasaan negara harus dibatasi oleh konstitusi yang dibuat oleh negara yang bersangkutan.
e. Muhammad Rasyid Rida (1865-1935 M.)
Muhammad Rasyid Rida adalah murid Muhammad Abduh yang paling dekat. Ia lahir pada tahun 1865 di Al- Qalamun, suatu desa di Lebanon yang letaknya tidak jauh dari kota Tripoli (Syria). Semasa kecil, ia dimasukkan ke madrasah tradisional di Al-Qalamun untuk belajar menulis, berhitung, dan membaca al-Qur’an. Pada tahun 1882, ia meneruskan pelajaran di Madrasah Al-Wataniah Al-Islamiyah (Sekolah Nasional Islam) di Tripoli. Di madrasah ini, selain diajarkan bahasa Arab, Turki dan Perancis, juga diajarkan pengetahuan-pengetahuan agama dan pengetahuan-pengetahuan modern.
Meskipun Muhammad Rasyid Rida sudah belajar kepada guru-guru sebelumnya. Dalam perjalanan pemikirannya, ia banyak dipengaruhi juga oleh ide-ide Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh melalui majalah Al-Urwah Al-Wusqa. Ia berniat untuk menggabungkan diri dengan Al-Afghani di Istanbul, tetapi niat itu tidak terwujud.
Sewaktu Muhammad Abduh berada dalam pembuangan di Beirut, Muhammad Rasyid Rida mendapat kesempatan untuk berjumpa dan berdialog dengan murid Al-Afghani ini. Dialog-dialog ilmiah itu meninggalkan kesan yang baik dalam diri Muhammad Rasyid Rida.
Muhammad Rasyid Rida mulai menjalankan ide-ide pembaruan ketika masih berada di Syria. Usaha-usaha itu mendapat tantangan dari pihak Kerajaan Usmani. Ketika masih berada di Syria, ia merasa terikat dan tidak bebas. Akhirnya, ia berketetapan hati untuk pindah ke Mesir agar dapat dekat dengan Muhammad Abduh. Muhammad Rasyid Rida tiba di Mesir pada bulan Januari 1898.
Beberapa bulan kemudian Muhammad Rasyid Rida mulai menerbitkan majalah yang termasyhur berjudul Al-Manar. Isi majalah ini banyak diilhami oleh pemikiran Muhammad Abduh. Pada edisi nomor pertama dijelaskan bahwa tujuan Al-Manar sama dengan tujuan Al-Urwah Al-Wusqa. Tujuan tersebut antara lain mengadakan pembaruan dalam bidang agama, sosial, dan ekonomi. Tujuan kedua majalah tersebut yaitu memurnikan tauhid umat Islam dari unsur-unsur ajaran yang bukan Islam, menghilangkan paham fatalisme yang bersarang di tengah kehidupan umat Islam, meningkatkan mutu pendidikan dan membela umat Islam dari permainan politik negara-negara Barat.
Beberapa pemikiran Rasyid Rida tentang pembaruan Islam adalah sebagai berikut:
- Di tengah kehidupan umat Islam harus ditumbuhkan sikap aktif dan dinamis
- Umat Islam harus meninggalkan sikap dan pemikiran kaum fatalis, Jabariyah (yaitu kaum yang hanya pasrah pada keadaan).
- Akal dapat dipergunakan untuk menafsirkan ayat dan hadis tanpa meninggalkan prinsip umumnya.
- Umat Islam harus menguasai sains dan teknologi untuk mencapai kemajuan.
- Kemunduran umat Islam disebabkan karena ada banyak unsur ajaran bukan Islam yang sudah masuk terlalu jauh ke dalam ajaran Islam, sehingga ajaran Islam di tengah kehidupan umat Islam tidak murni lagi. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemurnian ajaran Islam di tengah kehidupan umat Islam.
3. Pembaru dari Turki
a. Sultan Mahmud II (1785-1839 M.)
Pelopor pembaruan di Kerajaan Turki Utsmani abad ke-19 sama dengan di Mesir, yaitu Raja. Pembaru Islam di Mesir dipelopori oleh Muhammad Ali Pasya, sedangkan pembaruan di Turki Usmani dipelopori oleh Sultan Mahmud II.
Sultan Mahmud II lahir pada tahun 1785 dan wafat tahun 1839. Ia mempunyai latar belakang pendidikan tradisional dalam bidang pengetahuan agama, pengetahuan pemerintahan, sejarah dan sastra Arab, sastra Turki, dan sastra Persia.
Mahmud diangkat menjadi Sultan di tahun 1807 dalam usia kira-kira 22 tahun. Pada masa kesultanannya yang pertama, ia disibukkan oleh peperangan dengan Rusia dan usaha menundukkan daerah-daerah yang mempunyai kekuasaan otonomi besar. Peperangan dengan Rusia berakhir pada tahun 1812. Ia juga berhasil memperkecil otonomi daerah, kecuali kekuasaan Muhammad Ali Pasya di Mesir dan satu daerah otonomi lain di Eropa.
Setelah Sultan Mahmud II berkuasa, maka pusat pemerintahan Keraja-an Turki Usmani bertambah kuat. Ia akhirnya berpendapat bahwa tiba waktunya untuk memulai usaha-usaha pembaruan yang telah lama dicita-citakannya.
Di antara pemikiran-pemikiran pembaruan Sultan Mahmud II sebagai berikut.
- Menerapkan sistem demokrasi dalam pemerintahannya.
- Menghapus pengultusan sultan yang dianggap suci oleh rakyatnya.
- Memasukan bidang “keilmuan umum” ke dalam kurikulum lembaga- lembaga pendidikan madrasah.
- Mendirikan sekolah Maktebi Ma’arif untuk mempersiapkan tenaga- tenaga administrasi dan mendirikan Maktebi Ulum’i Edebiyet untuk mempersiapkan tenaga-tenaga ahli penerjemah.
- Mendirikan sekolah kedokteran, militer, dan teknik.
b. Namik Kemal (1840-1888)
Namik Kemal dikenal sebagai pemikir terkemuka dari golongan intelegensia Kerajaan Turki Usmani yang banyak menentang ke kuasa an absolut sultan. Go longan intelegensia ini disebut dalam sejarah dengan nama Utsmani Muda (Yeni Usmanlitar-Young Ottoman).
Utsmani Muda pada mulanya adalah perkumpulan rahasia yang didirikan pada tahun 1865. Perkumpulan ini bertujuan untuk mengubah pemerintahan absolut Kerajaan Usmani menjadi pemerintahan konstitusional.
Namik Kemal berasal dari keluarga yang berkecukupan, sehingga orang tuanya sanggup menyediakan pendidikan khusus baginya di rumah. Selain mempelajari bahasa Arab dan Persia, ia juga menekuni bahasa Perancis. Ketika berusia belasan tahun, ia diangkat menjadi pegawai di kantor penerjemahan, kemudian dipindah menjadi pegawai di istana sultan.
Pemikiran-pemikiran Namik Kemal banyak dipengaruhi oleh pemikir an seorang sastrawan kenamaan yang pernah belajar di Perancis, yaitu Ibrahim Sinasi (1826-1871). Sastrawan ini banyak menggunakan istilah-istilah hak rakyat, kebebasan berpendapat, kesadaran nasional, pemerintahan konstitusional, dan istilah lain yang semakna. Ibrahim Sinasi juga menerbitkan surat kabar bernama Tasvir-Efkar yang banyak berpengaruh dalam kebangkitan intelektual di Kerajaan Utsmani abad ke-19.
Ketika Sinasi pergi ke Paris di tahun 1865, pimpinan Tasvir-Efkar dipegang oleh Namik Kemal sendiri. Namun, tulisan-tulisan Namik Kemal yang kental dengan ide-ide pembaruan membuatnya terpaksa pergi ke Eropa pada tahun 1867. Ia diperbolehkan kembali ke Istanbul pada tahun 1870, tetapi tiga tahun kemudian ditangkap dan dipenjarakan di Pulau Siprus. Ia dibebaskan dan dapat kembali ke Istanbul setelah kekuasaan Sultan Abdul Aziz runtuh pada pada tahun 1876.
Namik Kemal dinilai memiliki jiwa Islam yang baik. Ia tidak menerima ide-ide yang datang dari Barat apa adanya, tetapi memodifikasi secara selektif sehingga sesuai dengan ajaran-ajaran Islam. Namik mengkritik ide-ide Barat yang belum tentu sesuai dengan kebutuhan masyarakat Timur.
Namik Kemal menyampaikan analisisnya tentang sebab kemunduran Kerajaan Utsmani dan alternatif solusinya, di antaranya adalah:
- Kondisi ekonomi dan politik Kerajaan Turki Utsmani tidak beres. Solusi yang ditawarkan adalah perubahan sistem pemerintahan absolut menjadi pemerintahan konstitusional.
- Rakyat sebagai warga negara memiliki hak-hak politik yang harus dihormati dan dilindungi negara.
- Pemerintahan demokratis tidak bertentangan dengan ajaran Islam, sebab negara yang dibentuk dan dipimpin oleh empat khalifah sepeninggal Rasulullah saw. sebenarnya memiliki corak demokrasi. Sistem baiat yang yang terdapat dalam pemerintahan para khalifah pada hakikatnya merupakan kedaulatan rakyat.
- Islam mengajarkan al-maslahat al-ammah. Ajaran ini sebenarnya adalah maslahat (kebaikan) umum. Khalifah tidak boleh bersikap dan bertindak yang bertentangan dengan al-maslahat al-ammah.
- Kepala negara dalam mengurus negara tidak boleh melanggar syariat. Syariat merupakan “konstitusi” yang harus dipatuhi oleh kepala negara.