Cerpen merupakan cerita atau kisah alur hidup manusia dalam bentuk tulisan yang ringkas dan jelas. Cerpen yang biasa juga dinamakan dengan prosa atau karangan fiksi, memiliki isi pengisahan yang hanya berfokus pada sebatas satu permasalahan atau konflik. Secara singkatnya, jalan cerita pendek hanya berpusat pada satu konflik saja. Dengan demikian tokoh yang ditampilkan juga terbatas antara 3 sampai 5 orang.
Pada pembelajaran ini kita akan mempelajari :

  1. Unsur-unsur pembangun cerita pendek
  2. Menelaah teks cerita pendek berdasarkan struktur dan kaidah.

1. Pengertian Cerita Pendek Apakah kalian pernah mendenga

Apakah kalian pernah mendengar ungkapan “cerita yang dapat dibaca hanya sekali duduk”? Dalam ungkapan ini dapat disimpulkan bahwa cerita yang dimaksud adalah cerita pendek atau cerpen. Pada
umumnya, cerpen bersifat fiksi atau rekayasa dan masalah yang terdapat dalam cerpen biasanya memiliki kesan tunggal. Disamping itu, ada berbagai macam karakter tokoh baik antagonis maupun protogonis, dari karakter tersebut maka dapat dipelajari hal-hal yang benar dan salah dari nilai-nilai kehidupan dalam cerpen.

Selain definisi di atas, ada beberapa pengertian cerpen. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), cerpen adalah sastra kisahan pendek atau kurang dari 10 ribu kata yang memberikan kesan tunggal yang dominan dan memusatkan diri pada satu tokoh dalam satu situasi atau pada suatu ketika.

Menurut Sutardi, cerpen adalah rangkaian peristiwa yang terjalin menjadi satu yang di dalamnya terjadi konflik antartokoh atau dalam diri tokoh itu sendiri dalam latar dan alur. Peristiwa dalam cerita berwujud hubungan antartokoh, tempat, dan waktu yang membentuk satu kesatuan.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa cerpen adalah prosa berisi gagasan, pikiran, pengalaman yang diimajinasikan dan membentuk sebuah peristiwa dengan satu peristiwa puncak.

Ada beberapa ciri-ciri cerpen yang mesti dipahami agar kita dapat membedakannya dengan karya tulis lainnya, diantaranya adalah:

a. Memiliki jumlah kata tidak lebih dari 10.000 kata.
b. Memiliki proporsi penulisan yang lebih singkat dibandingkan dengan novel.
c. Kebanyakan mempunyai isi cerita yang menggambarkan kehidupan sehari-hari.
d. Tidak mencerminkan semua kisah tokohnya, karena dalam cerpen yang dikisahkan hanyalah intinya saja.
e. Tokoh yang diceritakan dalam cerpen mengalami sebuah konflik sampai pada tahap penyelesaiannya.
f. Pemilihan katanya sederhana sehingga memudahkan para pembaca untuk memahaminya.
g. Bersifat fiktif.
h. Menceritakan satu kejadian saja dan menggunakan alur cerita tunggal dan lurus.
i. Membacanya tidak membutuhkan waktu yang lama.
j. Memberikan pesan dan kesan yang sangat mendalam sehingga pembaca akan ikut merasakan kesan dari cerita tersebut.

2. Unsur-Unsur Pembangun Cerita Pendek

Cerpen memiliki dua unsur pembangun, diantaranya adalah unsur intrinsik dan ekstrinsik.

a. Unsur intrinsik
Unsur intrinsik adalah unsur pembangun cerpen yang berasal dari dalam cerpen itu sendiri. Jika diibaratkan sebuah bangunan, maka unsur intrinsik adalah komponen-komponen bangunan tersebut. Unsur intrinsik cerpen terdiri dari tema, tokoh atau penokohan, alur cerita, latar, gaya bahasa, sudut pandang dan amanat. Berikut penjelasannya.

  1. Tema.
    Tema jarang dituliskan secara tersurat oleh pengarangnya. Untuk dapat merumuskan tema, kita harus terlebih dahulu mengenali rangkaian peristiwa yang membentuk alur cerita dalam cerpen itu. Dengan kata lain tema merupakan ide atau gagasan dasar yang melatarbelakangi keseluruhan cerita yang ada dari cerpen. Tema memiliki sifat umum dan general yang dapat diambil dari lingkungan sekitar, permasalahan yang ada di masyarakat, kisah pribadi pengarang sendiri, pendidikan, sejarah, perjuangan romansa, persahabatan dan lain-lain.
  2. Penokohan
    Penokohan merupakan cara pengarang menggambarkan dan mengembangkan karakter tokoh- tokoh dalam cerita. Berikut cara-cara penggambaran karakteristik tokoh.
    • Teknik analitik langsung
      Alam termasuk siswa yang paling rajin di antara teman-temannya. Ia pun tidak merasa sombong walaupun berkali-kali dia mendapat juara bela diri. Sifatnya itulah yang menyebabkan ia banyak disenangi teman-temannya.
    • Penggambaran fisik dan perilaku tokoh
      Seperti sedang berkampanye, orang-orang desa itu serempak berteriak-teriak! Mereka menyuruh camat agar secepatnya keluar kantor. Tak lupa mereka mengacung-acungkan tangannya, walaupun dengan perasaan yang masih juga ragu-ragu. Malah ada di antara mereka sibuk sendiri menyeragamkan acungan tangannya, agar tidak kelihatan berbeda dengan orang lain. Sudah barang tentu, suasana di sekitar kecamatan menjadi riuh. Bukan saja oleh demonstran-demonstran dari desa itu, tapi juga oleh orang-orang yang kebetulan lewat dan ada di sana.
    • Penggambaran lingkungan kehidupan tokoh
      Desa Karangsaga tidak kebagian aliran listrik. Padahal kampung-kampung tetangganya sudah pada terang semua.
    • Penggambaran tata kebahasaan tokoh
      Dia bilang, bukan maksudnya menyebarkan provokasi. Tapi apa yang diucapkannya benar- benar membuat orang sedesa marah.
    • Pengungkapan jalan pikiran tokoh
      Ia ingin menemui anak gadisnya itu tanpa ketakutan; ingin ia mendekapnya, mencium bau keringatnya. Dalam pikirannya, cuma anak gadisnya yang masih mau menyambutnya dirinya.
    • Penggambaran oleh tokoh lain
      Ia paling pandai bercerita, menyanyi, dan menari. Tak jarang ia bertandang ke rumah sambil membawa aneka brosur barang-barang promosi. Yang menjengkelkan saya, seluruh keluargaku jadi menaruh perhatian kepadanya.
  3. Alur
    Alur merupakan pola pengembangan cerita yang terbentuk oleh hubungan sebab akibat ataupun bersifat kronologis. Pola pengembangan cerita suatu cerpen beragam. Pola-pola pengembangan cerita harus menarik, mudah dipahami, dan logis. Jalan cerita suatu cerpen kadang-kadang berbelit-belit dan penuh kejutan, juga kadang- kadang sederhana.
  4. Latar
    Latar atau setting meliputi tempat, waktu, dan peristiwa yang digunakan dalam suatu cerita. Latar dalam suatu cerita bisa bersifat faktual atau bisa pula yang imajinatif. Latar berfungsi untuk memperkuat atau mempertegas keyakinan pembaca terhadap jalannya suatu cerita.
  5. Gaya Bahasa
    Dalam cerita, penggunaan bahasa berfungsi untuk menciptakan suatu nada atau suasana persuasif serta merumuskan dialog yang mampu memperlihatkan hubungan dan interaksi antara sesama tokoh. Kemampuan sang penulis mempergunakan bahasa secara cermat dapat menjelmakan suatu suasana yang berterus terang.
  6. Sudut Pandang
    Sudut pandang merupakan strategi yang digunakan oleh pengarang cerpen untuk menyampaikan ceritanya. Baik itu sebagai orang pertama, kedua, ketiga. Bahkan acapkali para penulis menggunakan sudut pandang orang yang berada di luar cerita.
  7. Amanat
    Amanat merupakan pesan yang hendak disampaikan pengarang. Amanat dalam cerpen umumnya bersifat tersirat. Kehadiran amanat, pada umumnya tidak bisa lepas dari tema cerita. Misalnya, tema cerita itu tentang perjuangan kemerdekaan, amanat cerita itu pun tidak jauh dari pentingnya mempertahankan kemerdekaan.

b. Unsur Ektrinsik

  1. Latar belakang masyarakat
    Yang termasuk dalam latar belakang masyarakat adalah ideologi negara, kondisi politik, kondisi sosial dan kondisi ekonomi.
  2. Latar belakang penulis
    Yang termasuk dalam latar belakang penulis adalah riwayat hidup penulis, kondisi psikologis dan aliran sastra penulis.
  3. Nilai yang terkandung dalam cerpen
    Nilai yang merupakan unsur ekstrinsik adalah nilai agama, nilai sosial, nilai agama dan lain- lain.

3. Analisis Unsur Pembangun Cerita Pendek

Analisis cerpen berjudul Umi Kalsum
Karya Djamil Suherman

a. Tema
Kehidupan Gadis yang malang.

b. Latar atau setting
Dalam cerpen Umi Kalsum karya Djamil Suherman terdapat tiga latar atau setting yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar suasana. Seperti dalam kutipan sebagai berikut:

  • Latar tempat
    Di Langgar Nyai Safii, di tikungan jalan, di rumah Haji Basuni.Berikut kutipan dalam cerpennya:
    Di tikungan jalan: Di antara beberapa gadis yang menuju tikungan jalan kedungpring ku lihat
  • Latar waktu :
    Sore hari, Malam hari, pada malam sebelum fajar.
    Sore hari: Sore itu, waktu menjelang ashar. Santri-santri hilir-mudik dengan bawaan masing- masing.
    Malam hari: Pada suatu malam sesudah lepas pengajian di langgar, kami para santri yang akan pulang ada kalanya berbarengan dengan santri-santri perempuan.
  • Latar suasana :
    Bahagia, menegangkan, menyedihkan Mula-mula aku begitu memimpikan dia. Sampai pun pada suaranya yang merdu tiap kali membenamkan daku ke satu fantasi yang indah dan ajaib.
    Menegangkan:
    Di luar dugaan, dari arah yang kami tuju, kulihat sesosok tubuh manusia berdiri tegak di tepi jalan itu, yang tak jauh lagi dari rumah Umi. Ketika Latifah dan Umi melihat orang itu tiba- tiba.
    Menyedihkan:
    Sejak hari itu pikiranku terpengaruh oleh kabar yang menyedihkan itu. Siapakah yang menduga bahwa kejadian semacam itu menimpa keluarga Haji Basuni? Menimpa Umi Kalsum yang begitu lembut? O, mustika-hidupku yang lama ku impikan dan yang hendak kurebutkan dengan sepenuh perasaanku itu, kini telah noda. Tapi bagiku Umi tetap suci. Sebab betapapun ia telah berusaha mempertahankan kemerdekaan dirinya dari kekerasan orang tuanya.

c. Sudut Pandang Orang pertama
Karena dalam cerpen ini banyak menggunakan kata AKU sebagai pencerita. Berikut kutipan cerpen Umi Kalsum:
Mula-mula aku begitu memimpikan dia. Sampai pun pada suaranya yang merdu tiap kali membenamkan daku ke satu fantasi yang indah dan ajaib, sebagaimana kalau aku membayangkan wajah seorang gadis putri nabi yang cantik itu.

d. Tokoh dan Penokohan

  • Aku : protagonis dan penyayang
    Hal ini terlihat dari cerpen Umi Kalsum bahwa tokoh Aku protagonis dan penyayang, dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut. Tapi bagiku Umi tetap suci. Sebab betapapun ia telah berusaha mempertahankan kemerdekaan dirinya dari kekerasan orang tuanya.
  • Umi Kalsum : Protagonis, penyabar, baik, penurut
    Kini aku tak bedanya seperti anak monyet yang dirantai dalam kandang.Aku tak boleh melihat laki-laki, O aku tersiksa siang malam. Aku Cuma berharapkan kesempatan yang akan datang.
  • Haji Busani : Antagonis, kejam, kikir, dan matre
    Haji Basuni bercita-cita agar anak gadisnya itu dilamar oleh orang-orang yang berharta saja. Dan anak-anaknya itu harus menurut apa katanya. Tak boleh membantah dan membela diri.
  • Zainab : antagonis, cemburu, egois
    Tapi dengan tak ku ketahui, dari belakang Zainab muncul dan datang hendak merebut surat itu. Betapa merah mukanya ketika melihat surat itu, ia tunduk.
  • Ichwan : Protagonis, jahil, dan lucu
    Ya, memang begitu bagus matanya, katanya Kau belum tidur, Wan? Tanyaku kaget.

e. Gaya Bahasa
Banyak sekali gaya bahasa yang ditemukan dalam cerpen Umi Kalsum ini seperti majas asosiasi (perumpamaan), majas metafora (perbandingan), majas hiperbola (pernyataan berlebihan), dan majas simbolik (menggunakan simbol dengan benda, binatang) . Berikut kutipannya :

  • Majas Asosiasi atau perumpamaan:
    Seperti bunga kacapiring (Umi berkulit putih dan sangat harum) suara Umi seperti musik merdunya Pada suatu malam sebelum fajar (pagi)
  • Majas Metafora:
    Murah tangan (gampang memukul)
  • Majas Hiperbola :
    Kalau memandang terasa sekali merampas dada.
  • Majas Simbolik :
    Lintah darat (Orang yang meminjamkan uang dengan bunga yang sangat tinggi).

f. Amanat
Janganlah menjadi Ayah yang kejam terhadap anak, karena itu dapat membuat anak. menjadi anak yang penakut dan pendiam. Jadilah Ayah yang baik dan penyayang untuk anak-anaknya. Janganlah mengambil keputusan yang tidak disukai oleh Allah. Contohnya bunuh diri. Kita harus saling menyayangi terhadap sesama dan saling memberi pertolongan tanpa mengharapkan sebuah imbalan.

g. Alur
Dalam cerpen Umi Kalsum ini menggunakan alur maju, karena peristiwa-peristiwa diutarakan mulai awal sampai akhir atau masa kini menuju masa datang.

h. Pencitraan
Dalam cerpen Umi Kalsum pembaca akan terbawa oleh suasana yang ada dalam cerpen tersebut, yaitu menegangkan dan menyedihkan. Ketika Haji Busani sering menyiksa anak- anaknya, hingga akhirnya anaknya pun tewas dengan cara bunuh diri.

Unsur Ekstrinsik dalam Cerpen Umi Kalsum Karya Djamil Suherman

a. Biografi Pengaran

Djamil Suherman
Lahir 24 April 1924 di Surabaya, Jawa Timur, meninggal dunia 30 November 1985 di Bandung. Tamat SMA di kota kelahirannya (1950) dan melanjutkan ke AAN (Akademi Administrasi Negara) Bandung.
Pada umur 16 tahun sudah menjadi buruh pabrik di Surabaya, umur 23 tahun menjadi sersan Mayor I TNI Brigade 3 Divisi VI Kediri. Pernah menjadi guru agama islam dan merangkap guru sekolah dasar di Surabaya (1950). Pernah bekerja di PN Postel (PTT),mengasuh lembaran kesusatraan kanak-kanak di Minggu Ria, Palembang dan bekerja di PN Postel Bandung.
Suherman menulis puisi, cerita pendek, dan novel. Pernah juga giat di lapangan drama dan radio. Tulisannya tersebar di beberapa surat kabar dan majalah: Sastra Horison, Budaya, Kisah, Indonesia “Gelanggang” dalam siasat, Mimbar Indonesia. Merdek, Seriosa, Pena Drama, Langkah Baru dan Tifa.Dia pernah menjadi redaktur kebudayaan di Mingguan Keluarga, Palembang.
Bukunya yang sudah terbit : Muara (1958), Umi Kalsum (1963), dan perjalanan ke Akherat (1963). Sebuah cerita pendeknya ada dalam antologi Angkatan 66 (1968) susunan H.B. Jassin

b. Nilai-nilai yang terkandung dalam cerpen Umi Kalsum, yaitu :

  • Nilai agama
    Dalam cerpen ini banyak terkandung nilai agama, karena dalam cerpen menceritakan tentang kehidupan yang ada dalam pesantren. Bukti nilai agama Oleh pengaruh agama dan adat kami yang kuat,jarang terjadi perhubungan antara laki-laki dan perempuan,dikampungku, kalau di antaranya bukan keluarga sendiri atau yang sudah dekat dan di ketahui oleh orang tua masing-masing,seperti halku dengan Zainab.
  • Nilai Sosial
    Dalam cerpen Umi Kalsum bahwa ada nilai sosial yang terkandung di dalamnya yaitu mereka merasa kasihan atau iba kepada Haji Basuni. Walaupun Haji Basuni sudah melakukan kesalahan tetapi tidak menghukumnya karena mereka tahu hukuman yang diperbuat oleh manusia akan dibalas oleh Allah Swt bukan oleh sesama. Bukti nilai sosial Haji Basuni semestinya dikasihani. Karena setidaknya ia akan dihadapkan pada bayangan ketakutan, selama hidupnya.

4. Struktur dan Kaidah Teks Cerita Pendek

a. Struktur Teks Cerita Pendek
Stuktur cerpen merupakan rangkaian cerita yang membentuk cerpen itu sendiri. Dengan demikian, struktur cerpen tidak lain berupa unsur yang berupa alur, yakni berupa jalinan cerita yang terbentuk oleh hubungan sebab akibat ataupun secara kronologis. Secara umum jalan cerita terbagi ke dalam bagian-bagian berikut.

  1. Pengenalan situasi cerita (exposition, orientation)
    Dalam bagian ini, pengarang memperkenalkan para tokoh, menata adegan dan hubungan antartokoh.
  2. Pengungkapan peristiwa (complication)
    Dalam bagian ini disajikan peristiwa awal yang menimbulkan berbagai masalah, pertentangan, ataupun kesukaran-kesukaran bagi para tokohnya.
  3. Menuju pada adanya konflik (rising action)
    Terjadi peningkatan perhatian kegembiraan, kehebohan, ataupun keterlibatan berbagi situasi yang menyebabkan bertambahnya kesukaran tokoh.
  4. Puncak konflik (turning point)
    Bagian ini disebut pula sebagai klimaks. Inilah bagian cerita yang paling besar dan mendebarkan. Pada bagian itu pula, ditentukannya perubahan nasib beberapa tokohnya. Misalnya, apakah dia kemudian berhasil menyelesaikan masalahnya atau gagal.
  5. Penyelesaian (ending atau coda)
    Sebagai akhir cerita, pada bagian ini berisi penjelasan tentang sikap ataupun nasib-nasib yang dialami tokohnya setelah mengalami peristiwa puncak itu. Namun ada pula, cerpen yang penyelesaian akhir ceritanya itu diserahkan kepada imaji pembaca. Jadi, akhir ceritanya itu dibiarkan menggantung, tanpa ada penyelesaian.

b. Kaidah Kebahasaan

Kaidah kebahasaan teks cerpen adalah seperti berikut.

  1. Banyak menggunakan kalimat bermakna lampau, yang ditandai oleh fungsi-fungsi keterangan yang bermakna kelampauan, seperti ketika itu, beberapa tahun yang lalu, telah terjadi.
  2. Banyak menggunakan kata yang menyatakan urutan waktu (konjungsi kronologis). Contoh: sejak saat itu, setelah itu, mula-mula, kemudian.
  3. Banyak menggunakan kata kerja yang menggambarkan suatu peristiwa yang terjadi, seperti menyuruh, membersihkan, menawari, melompat, menghindar.
  4. Banyak menggunakan kata kerja yang menunjukkan kalimat tak langsung sebagai cara menceritakan tuturan seorang tokoh oleh pengarang. Contoh: mengatakan bahwa, menceritakan tentang, mengungkapkan, menanyakan, menyatakan, menuturkan.
  5. Banyak menggunakan kata kerja yang menyatakan sesuatu yang dipikirkan atau dirasakan oleh tokoh. Contoh: merasakan, menginginkan, mengarapkan, mendambakan, mengalami.
  6. Menggunakan banyak dialog. Hal ini ditunjukkan oleh tanda petik ganda (“….”) dan kata kerja yang menunjukkan tuturan langsung. Contoh:
    a. Alam berkata, “Jangan diam saja, segera temui orang itu!”
    b. “Di mana keberadaan temanmu sekarang?” tanya Ani pada temannya.
    c. “Tidak. Sekali saya bilang, tidak!” teriak Lani.
  7. Menggunakan kata-kata sifat (descriptive language) untuk menggambarkan tokoh, tempat, atau suasana.
    Contoh:
    Segala sesuatu tampak berada dalam kendali sekarang: Bahkan, kamarnya sekarang sangat rapi dan bersih. Segalanya tampak tepat berada di tempatnya sekarang, teratur rapi dan tertata dengan baik. Ia adalah juru masak terbaik yang pernah dilihatnya, ahli dalam membuat ragam makanan Timur dan Barat ‘yang sangat sedap’. Ayahnya telah menjadi pencandu beratnya.

Leave a Reply